Tuesday 28 July 2015




A.    Konsep konsep distribusi pendapatan
Terdapat berbagai ktireteria atau tolak ukur untuk menilai kemerataan distribusi dimaksud. Tiga diantaranya yang paling lazim digunakan ialah
1.      Kurva Lorenz
2.      Indeks atau rasio gini
3.      Kriteria bank dunia

Kurva Lorenz menggambarkan distribusi kumulatif pendapatan nasional di kalangan lapisan-lapisan penduduk, secara kumulatif pula. Kurva ini terletak di dalam sebuah bujur sangkar yang sisi tegaknya melambangkan persentase kumulatif pendapatan nasional, sedangkan sisi datarnya mewakili persentase kumulatif penduduk. Kurvanya sendiri ditempatkan pada diagonal utama bujur sangkar tersebut. Kurva Lorenz yang semakin dekat ke diagonal (semakin lurus) menyiratkan distribusi pendaptan nasional yang semakin merata .jika kurva Lorenz semakin jauh dari diagonal (semakin lengkung) maka ia mencerminkan keadaan yang semakin buruk, distribusdi pendaptan nasional semakin timpang atau tdak merata.
gambar
indeks atau ratio gini adalah suatu koefisien yang berkisar dari angka 0 hingga 1 menjelaskan kadar kemerataan distribusdi pendapatan nasional. Semakin kecil koefisiennyam pertanda semakin baik atau merata distribusi.

Kriteria ketidakmerataan versi bank dunia didasarkan atas porsi pendaptan nasional yang dinikmati oleh tiga lapisan penduduk, yakni 40% penduduk berpendapat terendah; 40% penduduk berpendatapan menengah; serta 20% berpendapatan tertinggi. Ketimpangan atau ketidakmerataan distribusi dinyatakan parah apabila 40% penduduk berpendatapan terendah menikmati kurang dari 12 persen pendapatan nasional. Ketidakmerataan dianggap sedang atau moderat bila 40 persen penduduk termiskin menikmati antara 12 hingga 17 persen pendapatan nasional. Sedangkan jika 40% penduduk yang berpendapatan terendah menikmati lebih dari 17 % pendapatan nasional, maka ketimpangan atau kesenjangan dikatakan lunak, distribusi pendapatan nasional dianggap cukup merata.
B.     KETIDAKMERATAAN DISTRIBUSI PENDAPATAN
Upaya untuk memeratakan pembangunan dan hasil-hasilnya baru tampak nyata sejak pelita III, manakala strategi pembangunan secara eksplisit diubah dengan menadapatkan pemerataan sebagai aspek pertama dalam trologi pembangunan.
Ada delapan jalur pendapatan pemerataan, meliputi:
1.      Pemerataan pemenuhan kebutuhan pokok rakyat khususnya pangan, sandang, dan perumahan
2.      Pemerataan kesempatan memperoleh pendidkan dan pelayanan kesehatan
3.      Pemerataan pembagian pendapatan
4.      Pemerataan kesempatan kerja
5.      Pemerataan kesempatan berusaha
6.      Pemerataan ksesempatan berpartisipasi dalam pembangunan khsusunya bagi generasi muda dan kaum wanita
7.      Pemerataan penyebaran pembangunan di seluruh tanah air
8.      Pemerataan ksesempatan memperoleh keadilan
Dalam kaitanya khusus dengan pemerataan pembagian pendaptan ( jalur tiga), kita dapat memilah tinjauan permasalahannya dari tiga segi yaitu:
a.       Pembagian pendapatan antar lapisan pendapatan masyarakat
b.      Pembagian pendapatan antar daerah, dalam hal ini antara wilaya perkotaan dan wilayah pedesaan
c.       Pembagianpendapatan antar wilayah, dalam hal ini antar propinsi dan antar kawasan (barat, tengah, timur)

a)      Ketidakmerataan pendapatan nasional
Distribusi atu pembagian pendapatan antar lapisan pendalapatan masyarakta dapta ditelaah dengan mengamati perkembangan angka-angka rasio gini. Koefisien gini itu sendiri, perlu dicatat, bukanlah merupakan indicator paling dela tentang ketidakmerataan (ketimpangan, kesenjangan) distribusdi pendapatan antar lapisan. Namun setidak-tidaknya ia cukup memberikan gambaran mengenai kecenderungan umum dalam pola pembagian pendapatan.
Angka-angka koefisien gini di dalam table dihitung berdasarkan pendekatan pengeluaran.
Data yang ada menunjukan fluktuasi, mencerminkan bahwa setiap distribusi pendapatan nasional di tanah air tidak senantiasa membaik dari tahun ke tahun. Apabila tahun 1965 dapat dianggap mewakili masa orde lama maka, dengan angka-angka koefisien gini yang lebih kecil untuk tahun 1969 dan sesudahnya, dapat disimpulkan bahwa distribusi Pendaptan sesudah orde baru lebih baik. Koefisien-koefisien yang ada, secara umum, relative cukup rendah, pertanda distribusi pendaptan di Indonesia cukup merata. Koefisien gini yang ditaksir melalui pendekatan pengeluaran sebenarnya kurang realistis, cendrung kerendahan ( under-estimated).
Table koefisien gini pada tahun 1969-1990
Tahun
Koefisien
Tahun
Koefisien
1965
0,389 [s]
1978
0,380 [p]
1969
0,339 [v]
1979
0,381 [p]
1970
0,346 [s]
1980
0,340 [p]
1971
0,315 [p]
1981
0,330 [p]
1972
0,313 [p]
1982
0,355 [p]
1973
0,315 [p]
1984
0,330 [b]
1974
0,335 [p]
1985
0,364 [p]
1975
0,326 [p]
1987
0,320 [b]
1976
0,346 [b]
1990
0,320 [p]
1977
0,337 [p]
1993
0,340 [p]


Hal ini mengingat di dalam data pengeluaranm, unsur tabungan yang merupakan bagian dari pendaptan tidak turut terhitung.padahal porsi pendapatan ditabung pada umumnya cujup besar di lapisan masyarakt bernpendapatan tinggi. Perhitungan yang membuahkan takisran lebih realistis adalah dengan mendasarkan pada data pendapatan.
Koefisien Indonesia berdasarkan pendapatan pengeluaran dan pendekatan pendapatan, pada tahun 1976-1993
Pendekatan
1976
1978
1984
1990
1993
Pendapatan
Pengeluaran
0,492
0,346
0,504
0,380
0,421
0,330
-
0,320
-
0,340

Ketidakmerataaan distribusi pendapatan nasional dapat pula dilihat berdasarkan kriteria bank dunia. Angka-angkanya biasanya selaras dengan koefisien rasio gini. Sebagaimana tersaji di dalam tabel di bawah ini angka-angka ketidakmerataan relative ini dari tahun ke tahun senada dengan koefisien gini.
Lapisan masyarakat menurut kelas pendapatan
Persentase pembagian pendaptan
1984
1987
1990
1993
20% Berpendapatan
40% Berpendapatan
40% Berpendatan
41,97
37,28
20,75
41,65
37,48
20,87
41,94
36,75
21,31
42,76
36,91
20,34
Rasio gini tahun yang sama
0,33
0,32
0,32
0,34

b)      Ketidakmerataan pendapatan spasial
Ketidakmerataan distribusi pendaptan antarlapisan masyarakat bukan saja berlangsung secara nasional. Akan tetapi hal itu juga terjadi secara spasial tau antardaerah yakni antara daerah perkotaan dan daerah perdesaan. Di Indonesia pembagian pendapatan relative lebih merata di daerah perdesaan daripada di daerah perkotaan.
Tabel Distribusi pendapatan nasional Indonesia, pada tahun 1984-1993di daerah perdesaan dan di daerah perkotaan.
Lapisan masyarakat menurut kelas pendapatan
Persentase pembagian pendapatan
1984
1987
1990
1993
20% Tertinggi, Perdesaan
Perkotaan
40% Menengah, Perdesaan
Perkotaan
40% Terendah, Perdesaan
Perkotaan
37,82
41,12
39,35
38,25
22,35
20,63
36,45
40,51
39,25
38,01
24,30
21,48
36,36
42,67
39,23
37,63
24,41
19,67
36,45
42,23
38,43
37,29
25,13
20,48
Rasio gini tahun yang sama
Perdesaan
Perkotaan

22,35
0,32

0,26
0,32

0,25
0,34

0,26
0,33

Berpendapatan terendah di desa senantiasa meningkat dari tahun ke tahun. Tidak demikian halnya dikalangan orang-orang kota.
Ketidakmerataan pendaptan yang berlangsung antar dearah tidak hanya dalam hal distribusinya, tapi juga dalam hal tingkat ata besarnya pendaptan itu sendiri. Hal ini dapat dilihat dengan cara membandingkan persentase penduduk perdesaan terhadap penduduk perkotaan untuk tiap-tiap golongan pendapatan. Porsi penduduk perdesaan yang berada pada rentang pendapatan lapis bawah lebih besar dari pada porsi penduduk perkotaan. Sebaliknya, pada rentang pendapatan lapis atas,porsi penduduk perdesaan lebih kecil.

Table persentase penduduk menurut golongan pengeluaran, pada tahun 1993
Daerah
Rentang Pengeluaran ( dalam ribuan Rupiah per bulan)
<20
20-30
40-59
60-79
80-99
100-149
150-199
>200
Perdesaan
Perkotaan
Desa+Kota
18,67
2,99
13,46
58,07
30,65
48,97
16,26
27,40
19,96
4,31
16,46
8,34
1,44
8,87
3,91
0,91
8,53
3,44
0,19
2,67
1,01
0,17
2,42
0,92



c)      Ketidak merataan pendapatan regional
Secara regional atau antar wilayah berlangsund pula ketidakmerataan distribusi pendaptan antarlapisan masyarakat. Bukan hanya itu diantara wilayah wilayah di Indonesia bahkan terdapat ketidakmerataan tingkat pendapatan itu sendiri. Jadi, dalam perpektif antar wilayahm ketidakmerataan terjadi balik dalam hal tingkat pendapatan masyarakat antara wilayah yang satu dengan wilayah yang lain, maupun dalam hal distribusi pendapatan di kalangan penduduk masing-masing wilayah.
Table koefisien gni di pulau jawa dan luar jawa darah perdsaan dan daerah perkotan  pada tahun 1976-1984
Wilayah dan daerah
1976
1978
1982
1984
Pulau Jawa
Daerah Perdesaan
Daerah Perkotaan
Luar Jawa
Daerah Perdesaan
Daerah Perkotaan
0,505
0,479
0,445
0,461
0,456
0,402
0,521
0,483
0,487
0,425
0,437
0,360
0,447
0,411
0,394
0,464
0,460
0,365
0,435
0,380
0,418
0,389
0,356
0,391

Dalam perbandingan andara pulau jawa dan luar jawa, secara umum distribusi pendapatan di kalangan lapisan-lapisan masyakarat di luar jawa lebih baik daripada di jawa. Namun demikian, distribusi itu sendiri semakina membaik di kedua wilayah. Dalam perspektif perbandingan antar daerah di masing-masing wilayah, terdapat kecenderungan yang sama di kedua wilayah.

0 komentar:

Post a Comment