BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang
Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat melaksanakan otonomi khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah, Pemerintah menetapkan berbagai kebijakan perpajakan daerah, diantaranya dengan menetapkan UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali atas UU No.34 Tahun 2000 dan UU No.18 Tahun 1997. UU No.28 Tahun 2009 yang baru-baru ini disahkan oleh Pemerintah diharapkan dapat lebih mendorong peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah. Dalam UU tersebut, pajak daerah dan retribusi daerah menjadi salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah sehingga terdapat perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah serta adanya pemberian diskresi (keleluasaan) dalam penerapan tarif.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan pajak hiburan ?
Apa yang dimaksud dengan pajak hotel ?
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang diharapkan dari penulisan
ini adalah:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan
2. Untuk mengetahui apa tujuan kenaikan tarif
Pajak Hiburan dan Pajak Hotel
3. Untuk mengetahui tantangan apa saja yang
dihadapi dalam penerapan tarif Pajak
Hiburan dan Pajak Hotel
PEMBAHASAN
PAJAK HIBURAN
Pengertian Pajak Hiburan
Pajak Hiburan adalah pajak atas
penyelenggaraan hiburan. Selain itu, Pajak Hiburan dapat pula diartikan sebagai
pungutan daerah atas penyelenggaraan hiburan. Dalam pemungutan Pajak Hiburan
terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui. terminologi tersebut antara
lain:
1. Hiburan adalah semua jenis pertunjukkan,
permainan, permainan ketangkasan, dan atas keramaian dengan nama dan bentuk apa
pun, yang ditontotn atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran,
tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga.
2. Penyelenggara hiburan adalah orang pribadi
atau badan yang bertindak baik untuk atas namanya sendiri atau badan yang
bertindak baik untuk atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain
yang menjadi tanggungannya dalam menyelenggarakan suatu hiburan.
3. Penonton atau pengunjung adalah setiap
orang yang menghadiri suatu hiburan untuk melihat dan atau mendengar atau
menikmatinya atau menggunakan fasilitas yang disediakan oleh penyelenggara
hiburan, kecuali penyelenggara, karyawan, artis (para pemain), dan petugas yang
menghadiri untuk melakukan tugas pengawasan.
4. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau
seharusnya diterima dalam bentuk apa pun untuk harga pengganti yang diminta
atau seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukar atas pemakaian dan atau
pembelian jasa hiburan serta fasilitas penunjangnya termasuk pula semua
tambahan dengan nama apa pun juga yang dilakukan oleh wajib pajak yang
berkaitan langsung dengan penyelenggaraan hiburan. Termasuk dalam pengertian
pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima, termasuk yang
akan diterima, antara lain pembayaran yang dilakukan tidak secara tunai.
5. Tanda masuk adalah semua tanda atua alat
atau cara yang sah dengan nama dan dalam bentuk aapa pun yang dapat digunakan
untuk menonton, menggunakan fasilitas, atau menikmati hiburan. Tanda atau alat
atau cara yang sah adalah berupa tanda masuk yang dilegalsasu oleh Dinas
Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota. Termasuk tanda masuk di sini adalah tanda
masuk dalam bentuk dan dengan nama apa pun, misalnya karcis, tiket undangan,
kartu langganan, kartu anggota (membership), dan sejenisnya.
6. Harga tanda masuk, selanjutnya disingkat
HTM, adalah bayaran nilai uang yang tercantum pada tanda masuk yang harus
dibayar oleh penonton atau pengunjung.
Objek Pajak
Disebutkan dalam UU PDRD No 28 tahun 2009
Pasal 42 bahwa:
(1) Objek Pajak Hiburan adalah jasa
penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut bayaran.
(2) Hiburan tersebut sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) adalah:
a. tontonan film;
b. pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau
busana;
c. kontes kecantikan, binaraga, dan
sejenisnya;
d. pameran;
e. diskotik, karaoke, klab malam, dan
sejenisnya;
f. sirkus, akrobat, dan sulap;
g. permainan bilyar, golf, dan boling;
h. pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan
permainan ketangkasan;
i. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan
pusat kebugaran (fitness center);dan
j. pertandingan olahraga.
(3) Penyelenggaraan Hiburan sebagaimana
dimaksud pada ayat (2) dapat dikecualikan dengan Peraturan Daerah.
Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Disebutkan dalam UU PDRD No 28 tahun 2009
Pasal 43 bahwa:
(1) Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi
atau Badan yang menikmati Hiburan.
(2) Wajib pajak hiburan adalah orang pribadi
atau Badan yang menyelenggarakan hiburan.
Dasar Pengenaan Pajak
Disebutkan dalam UU PDRD No 28 tahun 2009
Pasal 44 bahwa:
(1) Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah
jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara
Hiburan.
(2) Jumlah uang yang seharusnya diterima
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk potongan harga dan tiket cuma-cuma
yang diberikan kepada penerima jasa Hiburan.
Tarif Pajak
Disebutkan dalam UU PDRD No 28 tahun 2009
Pasal 45 bahwa:
1. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling
tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen).
2. Khusus untuk Hiburan berupa pagelaran
busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan
ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif pakak Hiburan dapat ditetapkan
paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen).
3. Khusus Hiburan kesenian rakyat/tradisional
dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh
persen).
4. Tarif
Pajak Hiburan ditetapkan dengan Peraturan Daerah
Besaran Pajak Terutang
Disebutkan dalam UU PDRD No 28 tahun 2009
Pasal 46 bahwa:
Besaran pokok pajak Hiburan yang terutang
dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 45
ayat (4) dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 44.
Pajak Hiburan dipungut di wilayah daerah
tempat hiburan diselenggarakan.
Analisa Masalah
Pajak merupakan sumber utama untuk pembiayaan
penyelenggaraan pemerintahan suatu negara. Secara umum, tujuan adanya pajak
adalah sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke Kas Negara
berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Dan Pajak daerah merupakan
sumber pendapatan daerah yang penting guna memenuhi kas daerah yang
diperuntukkan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan
daerah. Serta merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam
penyelenggaraan otonomi daerah.
Permasalahan yang dihadapi oleh Daerah pada
umumnya dalam kaitan penggalian sumber-sumber pajak daerah dan retribusi daerah
yang merupakan salah satu komponen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah
belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan daerah secara
keseluruhan. Untuk itu diperlukan intensifikasi dan ekstensifikasi subyek dan
obyek pendapatan untuk mendongkrak penerimaan perpajakan di daerah. Dalam
jangka pendek, kegiatan yang paling mudah dan dapat segera dilakukan adalah
dengan melakukan intensifikasi terhadap obyek atau sumber pendapatan daerah
yang sudah ada. Dan dalam konteks Pajak Hiburan, Pemerintah kemudian memperluas
basis Pajak Hiburan dengan membaginya ke dalam tiga kelompok tarif Pajak
Hiburan yang diperkenankan bagi pemerintah kabupaten/kota untuk menariknya.
Pertama, tarif maksimal 35% (tiga puluh lima persen), antara lain untuk
pertunjukan sirkus, akrobat, sulap, dan tontonan film. Kedua, tarif maksimal
10% (sepuluh persen) khusus untuk hiburan kesenian rakyat dan tradisional.
Ketiga, bertarif maksimal 75% (tujuh puluh lima persen), yakni untuk pagelaran
busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan
ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa.
Selain untuk tujuan umum, pajak dapat pula
digunakan oleh pemerintah sebagai alat mencapai untuk tujuan-tujuan tertentu
(regulerend), seperti membatasi dan mengurangi konsumsi barang yang berdampak
negatif secara sosial, salah satunya yaitu kenaikan tarif Pajak Hiburan untuk
tempat-tempat hiburan tertentu sebesar 75%. Kenaikan pajak hiburan hingga 75
persen mulai 1 Januari mendatang dimaksudkan untuk menekan tingkat kunjungan ke
tempat-tempat hiburan tertentu, seperti panti pijat, karaoke, dan sauna.
Penetapan tarif tinggi itu tidak dimaksudkan untuk mengurangi pertumbuhan
tempat hiburan mahal ini sebab harga bukan penentu utama datangnya konsumen ke
tempat tersebut. Tarif ditinggikan dengan harapan pemerintah kabupaten/kota
bisa mengambil manfaat maksimal.
Kenaikan tarif Pajak Hiburan pada
Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 ini baru berlaku efektif pada 1 Januari 2010.
Menurut Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Departemen Keuangan Budi Sitepu,
ketiga jenis hiburan tersebut adalah hiburan mewah yang bukan tergolong
kebutuhan pokok. Pajak tinggi itu ditetapkan pada jenis tempat hiburan tertentu
yang dianggap memberikan pelayanan mewah dan dinikmati masyarakat berkecukupan.
Tempat hiburan seperti panti pijat, karaoke, atau klab malam dikenai tarif
tertinggi karena dianggap jasa mewah. Hiburan tersebut dikenai tarif tertinggi
karena tingkat elastisitas terhadap harga jual layanannya rendah. Artinya,
meskipun tarif layanannya dinaikkan, tidak akan mengurangi jumlah konsumen
sebab pengguna jasanya merupakan kelompok masyarakat kelas menengah ke atas.
Dengan demikian, penetapan tarif tinggi itu tidak dimaksudkan untuk mengurangi
pertumbuhan tempat hiburan mahal ini sebab harga bukan penentu utama datangnya
konsumen ke tempat tersebut. Tarif ditinggikan dengan harapan pemerintah
kabupaten/kota bisa mengambil manfaat maksimal.
PAJAK HOTEL
Pengertian Pajak Hotel
Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel.
Dalam pemungutan pajak hotel terdapat beberapa terminologi, sebagai berikut:
Hotel adalah fasilitas jasa
penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut
bayaran, yang mencakup motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata,
pasanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah
kamar lebih dari 10 (sepuluh). Pengusaha hotel adalah orang pribadi atau badan
dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya
melakukan usaha di bidang fasilitas jasa penginapan. Bon penjualan (Bill) adalah
bukti pembayaran yang sekaligus sebagai bukti pungutan pajak, yang dibuat oleh
wajib pajak pada saat mengajukan pembayaran atau jasa pemakaian kamar atau
tempat penginapan beserta fasilitas penunjang lainnya kepada subjek pajak/tamu
hotel.
Setiap pengusaha hotel harus menggunakan bon
penjualan atau nota pesan (Bill), termasuk penggunaan mesin cash register
sebagai bukti pembayaran. Bon penjualan baru dapat digunakan setelah
dilegalisasi (berupa perporasi atau stempel pemerintah) oleh Kepala Dinas Pendapatan
Daerah atas nama Bupati Cianjur. Dalam bon penjualan sekurang-kurangnya harus
mencantumkan nama dan alamat usaha, dicetak dengan nomor sen, dan digunakan
sesuai dengan nomor urut.
Objek Pajak
Objek pajak hotel adalah pelayanan yang
disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk fasilitas olahraga dan
hiburan. Objek pajak dimaksud meliputi:
Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal
jangka pendek. Antara lain gubuk pariwisata (cottege), villa yang disewakan,
motel, wisma pariwisata, pesanggrahan (hostel). Losmen dan rumah penginapan,
termasuk rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).
Jasa penunjang sebagaimana dimaksud ayat (2)
antara lain tempat menyantap makanan dan atau minuman, telepon, faximail,
telex, fotocopy, pelayanan cuci, setrika, dan transportasi, yang disediakan
atau dikelola hotel.
Fasilitas olah raga dan hiburan sebagaimana
dimaksud ayat (2) antara lain pusat kebugaran, kolam renang, tenis, golf,
karaoke, pub, diskotik yang disediakan atau dikelola hotel. Jasa persewaan ruangan
untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.
Yang tidak termasuk pajak hotel, adalah:
Jasa tempat tinggal asrama yang
diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
Jasa sewa apartemen, kondominium, dan
sejenisnya.
Jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau
keagamaan.
Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama
perawat, panti jompo, panti asuhan dan panti sosial lainnya yang sejenis.
Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata
yang diselenggarakan oleh hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum.
Subjek pajak dan wajib pajak
Subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau
badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang
mengusahakan hotel. Dalam hal ini, subjek pajak adalah konsumen yang menikmati
dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha hotel.
Wajib pajak hotel adalah orang pribadi atau
badan yang mengusahakan hotel.
Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah
pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel.
Tarif Pajak
Tarif pajak hotel ditetapkan sebesar 10%
(sepuluh persen).
Besaran pokok pajak hotel yang terutang
dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak hotel dengan dasar pengenaan pajak
Sistem Pemungutan Dan Pembayaran Pajak
Pemungutan pajak hotel menggunakan system self
assesment yaitu sistem pengenaan pajak yang memberi kepercayaan kepada wajib
pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak
yang terutang dengan jumlah besaran disesuaikan dengan omzet bulanan yang
terjual.
Wajib pajak diwajibkan melaporkan pajak yang terutang
dengan menggunakan sptpd, dengan melampirkan bon nota/tanda pembayaran yang
telah di perporasi/legalisasi. Apabila wp yang tidak memenuhi kewajibannya
setelah dilakukan pemeriksaan, kepadanya dapat diterbitkan surat ketetapan pajak
daerah kurang bayar (skpdkb) dan atau surat ketetapan pajak daerah kurang bayar
tambahan (skpdkbt) yang menjadi sarana penagihan pajak.
Kelengkapan yang harus dipersiapkan antara
lain
Wajib pajak harus mengisi surat pemberitahuan
pajak daerah ( SPTPD ) dan menandatangani oleh WP atau yang diberi kuasa;
Menyiapkan Bon nota/tanda pembayaran untuk di
perporasi/legalisasi oleh Dinas
Bilamana tidak, maka Dinas menyiapkan bon nota
dengan permohonan WP;
Menyiapkan laporan keuangan untuk pemeriksaan
rutin maupun berkala dari Dinas dengan melaporkan jumlah bon nota/tanda
pembayaran yang sah yang telah terjual untuk ditetapkan besaran pajaknya
Bilamana pihak pengelola tidak memenuhi
kewajiban perpajakannya, maka terhadap WP dikenakan sanksi administratif berupa
SKPDKB sesuai hasil pemeriksaan
Dasar Pengenaan Pajak, Tarif Dan Cara
Perhitungan Pajak Terutang
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Hotel adalah
jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel. Yakni segala
pengeluaran yang se-nyatanya telah dibayarkan atas jasa yang telah dinikmati
pada hotel tersebut.
Contoh kasus :
Seseorang menginap di Hotel “ABC” dengan
harga/tarif kamar Rp.200.000,00 sebelum discount. Pada saat keluar ( check out
time ) yang bersangkutan melakukan pembayaran atas:
Jasa Sewa Kamar
Discount 50% Jasa Binatu (Laundry) Jasa Makanan (Restoran) Jasa Karaoke (Hiburan) Jasa Telepon |
Rp. 200.000,-
Rp. 100.000,- Rp. 100.000,- Rp. 50.000,- Rp. 100.000,- Rp. 150.000,- Rp. 100.000,- Rp. 400.000,- |
(+) (+) |
Perhitungan Pajak Hotel adalah sebagai berikut
:
Pajak Terutang = Tarif Pajak x Dasar
Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran yang
dilakukan kepada hotel
= 10%xRp.600.000,-
= Rp 60.000,- ( Enam Puluh Ribu Rupiah)
Dengan kata lain bahwa dalam hal iini
perhitungan Pajak Restoran diskon dinyatakan bukan komponen pengurang besarnya
pajak terhutang.
BAB
III
KESIMPULAN
Kesimpulan yang dapat saya tarik dari pembahasan di atas dalah bahwa pajak
daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu cara meningkatkan APBD tapi
pajak dan retribusi daerah itu harus dilaksanakan dengan benar dan adil oleh
pemerintah maupun pembayar pajak, di kenakannya sanksi terhadap orang yang
menunggak ataun menyalahkan aturan adalah hal yang benar, seperti yang terdapat
pada Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi
daerah. seperti juga dijelaskan di atas bahwa terdapat kategori-kategori atau
kriteria-kriteria pajak. Berapa tarif pajak yang di tetapkan yang harus sesuai
tidak menjadi beban bagi pembayar pajak, di jelaskan juga jenis-jenis pajak apa
saja yang di ambil sseperti pajak perhotelan, pajak hiburan, pajak restoran,
pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan
C dan pajak parkir. Di harapkan dengan adanya pembayaran pajak dan retribusi
daerah yang tidak membebani masyarakat pembayar pajak dapat berpran mengatur
perekonomian masyarakat agar dapat bertumbuh kembang yang pada gilirannya dapat
meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.
0 komentar:
Post a Comment
Click to see the code!
To insert emoticon you must added at least one space before the code.