Tuesday 28 July 2015



BAB I
PENDAHULUAN
Latar belakang


Dalam rangka meningkatkan kemampuan keuangan daerah agar dapat melaksanakan otonomi khususnya yang berasal dari pajak daerah dan retribusi daerah, Pemerintah menetapkan berbagai kebijakan perpajakan daerah, diantaranya dengan menetapkan UU No.28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah sebagaimana telah diubah beberapa kali atas UU No.34 Tahun 2000 dan UU No.18 Tahun 1997. UU No.28 Tahun 2009 yang baru-baru ini disahkan oleh Pemerintah diharapkan dapat lebih mendorong peningkatan pelayanan kepada masyarakat dan kemandirian daerah. Dalam UU tersebut, pajak daerah dan retribusi daerah menjadi salah satu sumber pendapatan daerah yang penting guna membiayai pelaksanaan pemerintahan daerah sehingga terdapat perluasan objek pajak daerah dan retribusi daerah serta adanya pemberian diskresi (keleluasaan) dalam penerapan tarif.
Rumusan Masalah
Apa yang dimaksud dengan pajak hiburan ?
Apa yang dimaksud dengan pajak hotel ?
Tujuan Penulisan
Adapun tujuan yang diharapkan dari penulisan ini adalah:
1. Untuk memenuhi tugas mata kuliah Perpajakan
2. Untuk mengetahui apa tujuan kenaikan tarif Pajak Hiburan dan Pajak Hotel
3. Untuk mengetahui tantangan apa saja yang dihadapi dalam penerapan tarif Pajak
Hiburan dan Pajak Hotel

PEMBAHASAN
PAJAK HIBURAN
Pengertian Pajak Hiburan
Pajak Hiburan adalah pajak atas penyelenggaraan hiburan. Selain itu, Pajak Hiburan dapat pula diartikan sebagai pungutan daerah atas penyelenggaraan hiburan. Dalam pemungutan Pajak Hiburan terdapat beberapa terminologi yang perlu diketahui. terminologi tersebut antara lain:
1. Hiburan adalah semua jenis pertunjukkan, permainan, permainan ketangkasan, dan atas keramaian dengan nama dan bentuk apa pun, yang ditontotn atau dinikmati oleh setiap orang dengan dipungut bayaran, tidak termasuk penggunaan fasilitas untuk berolahraga.
2. Penyelenggara hiburan adalah orang pribadi atau badan yang bertindak baik untuk atas namanya sendiri atau badan yang bertindak baik untuk atas namanya sendiri atau untuk dan atas nama pihak lain yang menjadi tanggungannya dalam menyelenggarakan suatu hiburan.
3. Penonton atau pengunjung adalah setiap orang yang menghadiri suatu hiburan untuk melihat dan atau mendengar atau menikmatinya atau menggunakan fasilitas yang disediakan oleh penyelenggara hiburan, kecuali penyelenggara, karyawan, artis (para pemain), dan petugas yang menghadiri untuk melakukan tugas pengawasan.
4. Pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima dalam bentuk apa pun untuk harga pengganti yang diminta atau seharusnya diminta wajib pajak sebagai penukar atas pemakaian dan atau pembelian jasa hiburan serta fasilitas penunjangnya termasuk pula semua tambahan dengan nama apa pun juga yang dilakukan oleh wajib pajak yang berkaitan langsung dengan penyelenggaraan hiburan. Termasuk dalam pengertian pembayaran adalah jumlah yang diterima atau seharusnya diterima, termasuk yang akan diterima, antara lain pembayaran yang dilakukan tidak secara tunai.
5. Tanda masuk adalah semua tanda atua alat atau cara yang sah dengan nama dan dalam bentuk aapa pun yang dapat digunakan untuk menonton, menggunakan fasilitas, atau menikmati hiburan. Tanda atau alat atau cara yang sah adalah berupa tanda masuk yang dilegalsasu oleh Dinas Pendapatan Daerah Kabupaten/Kota. Termasuk tanda masuk di sini adalah tanda masuk dalam bentuk dan dengan nama apa pun, misalnya karcis, tiket undangan, kartu langganan, kartu anggota (membership), dan sejenisnya.
6. Harga tanda masuk, selanjutnya disingkat HTM, adalah bayaran nilai uang yang tercantum pada tanda masuk yang harus dibayar oleh penonton atau pengunjung.

Objek Pajak
Disebutkan dalam UU PDRD No 28 tahun 2009 Pasal 42 bahwa:
(1) Objek Pajak Hiburan adalah jasa penyelenggaraan Hiburan dengan dipungut bayaran.
(2) Hiburan tersebut sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah:
a. tontonan film;
b. pagelaran kesenian, musik, tari, dan/atau busana;
c. kontes kecantikan, binaraga, dan sejenisnya;
d. pameran;
e. diskotik, karaoke, klab malam, dan sejenisnya;
f. sirkus, akrobat, dan sulap;
g. permainan bilyar, golf, dan boling;
h. pacuan kuda, kendaraan bermotor, dan permainan ketangkasan;
i. panti pijat, refleksi, mandi uap/spa, dan pusat kebugaran (fitness center);dan
j. pertandingan olahraga.
(3) Penyelenggaraan Hiburan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dapat dikecualikan dengan Peraturan Daerah.

Subjek Pajak dan Wajib Pajak
Disebutkan dalam UU PDRD No 28 tahun 2009 Pasal 43 bahwa:
(1) Subjek Pajak Hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menikmati Hiburan.
(2) Wajib pajak hiburan adalah orang pribadi atau Badan yang menyelenggarakan hiburan.



Dasar Pengenaan Pajak
Disebutkan dalam UU PDRD No 28 tahun 2009 Pasal 44 bahwa:
(1) Dasar pengenaan Pajak Hiburan adalah jumlah uang yang diterima atau yang seharusnya diterima oleh penyelenggara Hiburan.
(2) Jumlah uang yang seharusnya diterima sebagaimana dimaksud pada ayat (1) termasuk potongan harga dan tiket cuma-cuma yang diberikan kepada penerima jasa Hiburan.

Tarif Pajak
Disebutkan dalam UU PDRD No 28 tahun 2009 Pasal 45 bahwa:
1. Tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 35% (tiga puluh lima persen).
2. Khusus untuk Hiburan berupa pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa, tarif pakak Hiburan dapat ditetapkan paling tinggi sebesar 75% (tujuh puluh lima persen).
3. Khusus Hiburan kesenian rakyat/tradisional dikenakan tarif Pajak Hiburan ditetapkan paling tinggi sebesar 10% (sepuluh persen).
4.  Tarif Pajak Hiburan ditetapkan dengan Peraturan Daerah

Besaran Pajak Terutang
Disebutkan dalam UU PDRD No 28 tahun 2009 Pasal 46 bahwa:
Besaran pokok pajak Hiburan yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 45 ayat (4) dengan dasar pengenaan pajak sebagaimana dimaksud dalam pasal 44.
Pajak Hiburan dipungut di wilayah daerah tempat hiburan diselenggarakan.

Analisa Masalah
Pajak merupakan sumber utama untuk pembiayaan penyelenggaraan pemerintahan suatu negara. Secara umum, tujuan adanya pajak adalah sebagai alat untuk memasukkan dana secara optimal ke Kas Negara berdasarkan Undang-Undang Perpajakan yang berlaku. Dan Pajak daerah merupakan sumber pendapatan daerah yang penting guna memenuhi kas daerah yang diperuntukkan untuk membiayai penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan daerah. Serta merupakan salah satu bentuk peran serta masyarakat dalam penyelenggaraan otonomi daerah.
Permasalahan yang dihadapi oleh Daerah pada umumnya dalam kaitan penggalian sumber-sumber pajak daerah dan retribusi daerah yang merupakan salah satu komponen dari Pendapatan Asli Daerah (PAD) adalah belum memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penerimaan daerah secara keseluruhan. Untuk itu diperlukan intensifikasi dan ekstensifikasi subyek dan obyek pendapatan untuk mendongkrak penerimaan perpajakan di daerah. Dalam jangka pendek, kegiatan yang paling mudah dan dapat segera dilakukan adalah dengan melakukan intensifikasi terhadap obyek atau sumber pendapatan daerah yang sudah ada. Dan dalam konteks Pajak Hiburan, Pemerintah kemudian memperluas basis Pajak Hiburan dengan membaginya ke dalam tiga kelompok tarif Pajak Hiburan yang diperkenankan bagi pemerintah kabupaten/kota untuk menariknya. Pertama, tarif maksimal 35% (tiga puluh lima persen), antara lain untuk pertunjukan sirkus, akrobat, sulap, dan tontonan film. Kedua, tarif maksimal 10% (sepuluh persen) khusus untuk hiburan kesenian rakyat dan tradisional. Ketiga, bertarif maksimal 75% (tujuh puluh lima persen), yakni untuk pagelaran busana, kontes kecantikan, diskotik, karaoke, klab malam, permainan ketangkasan, panti pijat, dan mandi uap/spa.
Selain untuk tujuan umum, pajak dapat pula digunakan oleh pemerintah sebagai alat mencapai untuk tujuan-tujuan tertentu (regulerend), seperti membatasi dan mengurangi konsumsi barang yang berdampak negatif secara sosial, salah satunya yaitu kenaikan tarif Pajak Hiburan untuk tempat-tempat hiburan tertentu sebesar 75%. Kenaikan pajak hiburan hingga 75 persen mulai 1 Januari mendatang dimaksudkan untuk menekan tingkat kunjungan ke tempat-tempat hiburan tertentu, seperti panti pijat, karaoke, dan sauna. Penetapan tarif tinggi itu tidak dimaksudkan untuk mengurangi pertumbuhan tempat hiburan mahal ini sebab harga bukan penentu utama datangnya konsumen ke tempat tersebut. Tarif ditinggikan dengan harapan pemerintah kabupaten/kota bisa mengambil manfaat maksimal.
Kenaikan tarif Pajak Hiburan pada Undang-undang Nomor 28 Tahun 2009 ini baru berlaku efektif pada 1 Januari 2010. Menurut Direktur Pajak Daerah dan Retribusi Daerah Departemen Keuangan Budi Sitepu, ketiga jenis hiburan tersebut adalah hiburan mewah yang bukan tergolong kebutuhan pokok. Pajak tinggi itu ditetapkan pada jenis tempat hiburan tertentu yang dianggap memberikan pelayanan mewah dan dinikmati masyarakat berkecukupan. Tempat hiburan seperti panti pijat, karaoke, atau klab malam dikenai tarif tertinggi karena dianggap jasa mewah. Hiburan tersebut dikenai tarif tertinggi karena tingkat elastisitas terhadap harga jual layanannya rendah. Artinya, meskipun tarif layanannya dinaikkan, tidak akan mengurangi jumlah konsumen sebab pengguna jasanya merupakan kelompok masyarakat kelas menengah ke atas. Dengan demikian, penetapan tarif tinggi itu tidak dimaksudkan untuk mengurangi pertumbuhan tempat hiburan mahal ini sebab harga bukan penentu utama datangnya konsumen ke tempat tersebut. Tarif ditinggikan dengan harapan pemerintah kabupaten/kota bisa mengambil manfaat maksimal.



PAJAK HOTEL
Pengertian Pajak Hotel
Pajak hotel adalah pajak atas pelayanan hotel. Dalam pemungutan pajak hotel terdapat beberapa terminologi, sebagai berikut:
Hotel adalah fasilitas jasa penginapan/peristirahatan termasuk jasa terkait lainnya dengan dipungut bayaran, yang mencakup motel, losmen, gubuk pariwisata, wisma pariwisata, pasanggrahan, rumah penginapan dan sejenisnya, serta rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh). Pengusaha hotel adalah orang pribadi atau badan dalam bentuk apapun yang dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya melakukan usaha di bidang fasilitas jasa penginapan. Bon penjualan (Bill) adalah bukti pembayaran yang sekaligus sebagai bukti pungutan pajak, yang dibuat oleh wajib pajak pada saat mengajukan pembayaran atau jasa pemakaian kamar atau tempat penginapan beserta fasilitas penunjang lainnya kepada subjek pajak/tamu hotel.
Setiap pengusaha hotel harus menggunakan bon penjualan atau nota pesan (Bill), termasuk penggunaan mesin cash register sebagai bukti pembayaran. Bon penjualan baru dapat digunakan setelah dilegalisasi (berupa perporasi atau stempel pemerintah) oleh Kepala Dinas Pendapatan Daerah atas nama Bupati Cianjur. Dalam bon penjualan sekurang-kurangnya harus mencantumkan nama dan alamat usaha, dicetak dengan nomor sen, dan digunakan sesuai dengan nomor urut.
Objek Pajak
Objek pajak hotel adalah pelayanan yang disediakan oleh hotel dengan pembayaran, termasuk fasilitas olahraga dan hiburan. Objek pajak dimaksud meliputi:
Fasilitas penginapan atau fasilitas tinggal jangka pendek. Antara lain gubuk pariwisata (cottege), villa yang disewakan, motel, wisma pariwisata, pesanggrahan (hostel). Losmen dan rumah penginapan, termasuk rumah kos dengan jumlah kamar lebih dari 10 (sepuluh).
Jasa penunjang sebagaimana dimaksud ayat (2) antara lain tempat menyantap makanan dan atau minuman, telepon, faximail, telex, fotocopy, pelayanan cuci, setrika, dan transportasi, yang disediakan atau dikelola hotel.
Fasilitas olah raga dan hiburan sebagaimana dimaksud ayat (2) antara lain pusat kebugaran, kolam renang, tenis, golf, karaoke, pub, diskotik yang disediakan atau dikelola hotel. Jasa persewaan ruangan untuk kegiatan acara atau pertemuan di hotel.
Yang tidak termasuk pajak hotel, adalah:
Jasa tempat tinggal asrama yang diselenggarakan oleh pemerintah atau pemerintah daerah.
Jasa sewa apartemen, kondominium, dan sejenisnya.
Jasa tempat tinggal di pusat pendidikan atau keagamaan.
Jasa tempat tinggal di rumah sakit, asrama perawat, panti jompo, panti asuhan dan panti sosial lainnya yang sejenis.
Jasa biro perjalanan atau perjalanan wisata yang diselenggarakan oleh hotel yang dapat dimanfaatkan oleh umum.
Subjek pajak dan wajib pajak
Subjek pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang melakukan pembayaran kepada orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel. Dalam hal ini, subjek pajak adalah konsumen yang menikmati dan membayar pelayanan yang diberikan oleh pengusaha hotel.
Wajib pajak hotel adalah orang pribadi atau badan yang mengusahakan hotel.
Dasar Pengenaan Pajak
Dasar pengenaan pajak hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel.
Tarif Pajak
Tarif pajak hotel ditetapkan sebesar 10% (sepuluh persen).
Besaran pokok pajak hotel yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif pajak hotel dengan dasar pengenaan pajak


Sistem Pemungutan Dan Pembayaran Pajak
Pemungutan pajak hotel menggunakan system self assesment yaitu sistem pengenaan pajak yang memberi kepercayaan kepada wajib pajak untuk menghitung, memperhitungkan, membayar, dan melaporkan sendiri pajak yang terutang dengan jumlah besaran disesuaikan dengan omzet bulanan yang terjual.
Wajib pajak diwajibkan melaporkan pajak yang terutang dengan menggunakan sptpd, dengan melampirkan bon nota/tanda pembayaran yang telah di perporasi/legalisasi. Apabila wp yang tidak memenuhi kewajibannya setelah dilakukan pemeriksaan, kepadanya dapat diterbitkan surat ketetapan pajak daerah kurang bayar (skpdkb) dan atau surat ketetapan pajak daerah kurang bayar tambahan (skpdkbt) yang menjadi sarana penagihan pajak.

Kelengkapan yang harus dipersiapkan antara lain
Wajib pajak harus mengisi surat pemberitahuan pajak daerah ( SPTPD ) dan menandatangani oleh WP atau yang diberi kuasa;
Menyiapkan Bon nota/tanda pembayaran untuk di perporasi/legalisasi oleh Dinas
Bilamana tidak, maka Dinas menyiapkan bon nota dengan permohonan WP;
Menyiapkan laporan keuangan untuk pemeriksaan rutin maupun berkala dari Dinas dengan melaporkan jumlah bon nota/tanda pembayaran yang sah yang telah terjual untuk ditetapkan besaran pajaknya
Bilamana pihak pengelola tidak memenuhi kewajiban perpajakannya, maka terhadap WP dikenakan sanksi administratif berupa SKPDKB sesuai hasil pemeriksaan

Dasar Pengenaan Pajak, Tarif Dan Cara Perhitungan Pajak Terutang
Dasar Pengenaan Pajak (DPP) Hotel adalah jumlah pembayaran atau yang seharusnya dibayar kepada hotel. Yakni segala pengeluaran yang se-nyatanya telah dibayarkan atas jasa yang telah dinikmati pada hotel tersebut.
Contoh kasus :
Seseorang menginap di Hotel “ABC” dengan harga/tarif kamar Rp.200.000,00 sebelum discount. Pada saat keluar ( check out time ) yang bersangkutan melakukan pembayaran atas:
Jasa Sewa Kamar
Discount 50%


Jasa Binatu (Laundry)
Jasa Makanan (Restoran)
Jasa Karaoke (Hiburan)
Jasa Telepon
Rp. 200.000,-
Rp. 100.000,-
Rp. 100.000,-

Rp.   50.000,-
Rp. 100.000,-
Rp. 150.000,-
Rp. 100.000,-
Rp. 400.000,-

(+)





(+)

Perhitungan Pajak Hotel adalah sebagai berikut :
Pajak Terutang  = Tarif Pajak x Dasar Pengenaan Pajak
= Tarif Pajak x Jumlah Pembayaran yang dilakukan kepada hotel
= 10%xRp.600.000,-
= Rp 60.000,- ( Enam Puluh Ribu Rupiah)
Dengan kata lain bahwa dalam hal iini perhitungan Pajak Restoran diskon dinyatakan bukan komponen pengurang besarnya pajak terhutang.



BAB III
KESIMPULAN

            Kesimpulan yang dapat saya tarik dari pembahasan di atas dalah bahwa pajak daerah dan retribusi daerah merupakan salah satu cara meningkatkan APBD tapi pajak dan retribusi daerah itu harus dilaksanakan dengan benar dan adil oleh pemerintah maupun pembayar pajak, di kenakannya sanksi terhadap orang yang menunggak ataun menyalahkan aturan adalah hal yang benar, seperti yang terdapat pada Undang-Undang Nomor 34 tahun 2000 tentang pajak daerah dan retribusi daerah. seperti juga dijelaskan di atas bahwa terdapat kategori-kategori atau kriteria-kriteria pajak. Berapa tarif pajak yang di tetapkan yang harus sesuai tidak menjadi beban bagi pembayar pajak, di jelaskan juga jenis-jenis pajak apa saja yang di ambil sseperti pajak perhotelan, pajak hiburan, pajak restoran, pajak reklame, pajak penerangan jalan, pajak pengambilan bahan galian golongan C dan pajak parkir. Di harapkan dengan adanya pembayaran pajak dan retribusi daerah yang tidak membebani masyarakat pembayar pajak dapat berpran mengatur perekonomian masyarakat agar dapat bertumbuh kembang yang pada gilirannya dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat di daerah.


0 komentar:

Post a Comment