· Produk
Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2013 tumbuh sebesar 5,78 persen
dibandingkan dengan tahun 2012. Pertumbuhan terjadi pada semua sektor ekonomi,
dengan pertumbuhan tertinggi di Sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar
10,19 persen dan terendah di Sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 1,34
persen. Sementara PDB Tanpa Migas tahun 2013 tumbuh 6,25 persen.
· Besaran
PDB Indonesia tahun 2013 atas dasar harga berlaku mencapai Rp9.084,0 triliun,
sedangkan atas dasar harga konstan (tahun 2000) mencapai Rp2.770,3 triliun.
· Secara
triwulanan, PDB Indonesia triwulan IV-2013 dibandingkan dengan triwulan
III-2013 (q-to-q) turun sebesar 1,42 persen, tapi bila dibandingkan dengan
triwulan IV-2012 (y-on-y) tumbuh sebesar
5,72 persen.
· Pertumbuhan
ekonomi Indonesia pada tahun 2013 menurut sisi pengeluaran terjadi pada
Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar 5,30 persen, diikuti Komponen
Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 5,28 persen, Komponen Pengeluaran Konsumsi
Pemerintah yang tumbuh 4,87 persen, dan Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto
(PMTB) 4,71 persen. Sementara, Komponen
Impor sebagai faktor pengurang mengalami pertumbuhan sebesar 1,21 persen.
· Pada
tahun 2013, PDB (harga berlaku) digunakan untuk memenuhi Komponen Pengeluaran
Konsumsi Rumah Tangga sebesar 55,82 persen, Komponen Pengeluaran Konsumsi
Pemerintah 9,12 persen, Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto atau Komponen
Investasi Fisik 31,66 persen, ekspor 23,74 persen, dan Komponen Impor 25,74 persen.
· PDB
per kapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2013 mencapai Rp36,5 juta
meningkat dibandingkan PDB per kapita pada tahun 2012 yang mencapai Rp33,5
juta.
· 57,78
persen dari PDB triwulan IV-2013 disumbang oleh Pulau Jawa, dengan urutan tiga
provinsi terbesarnya adalah: DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Secara
kuantitatif, kegiatan-kegiatan di sektor sekunder dan tersier masih
terkonsentrasi di Pulau Jawa, sedangkan kegiatan sektor primernya lebih
diperankan oleh luar Jawa.
Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga
konstan 2000 pada tahun 2013 mencapai Rp2.770,3 triliun, naik Rp151,4 triliun
dibandingkan tahun 2012 (Rp2.618,9 triliun). Bila dilihat berdasarkan harga
berlaku, PDB tahun 2013 naik sebesar Rp854,6 triliun, yaitu dari Rp8.229,4
triliun pada tahun 2012 menjadi sebesar Rp9.084,0 triliun pada tahun 2013
Perekonomian Indonesia pada tahun 2013 tumbuh sebesar 5,78
persen dibanding tahun 2012, dimana semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan.
Pertumbuhan tertinggi terjadi pada Sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang
mencapai 10,19 persen, diikuti oleh Sektor Keuangan, Real Estat, dan Jasa
Perusahaan 7,56 persen, Sektor Konstruksi 6,57 persen, Sektor Perdagangan,
Hotel dan Restoran 5,93 persen, Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih 5,58 persen,
Sektor Industri Pengolahan 5,56 persen, Sektor Jasa-jasa 5,46 persen, Sektor
Pertanian 3,54 persen, dan Sektor Pertambangan dan Penggalian 1,34 persen.
Pertumbuhan PDB tanpa migas pada tahun 2013 mencapai 6,25 persen yang berarti
lebih tinggi dari pertumbuhan PDB.
PDB Menurut Pengeluaran
PDB atas dasar harga berlaku tahun 2013 sebesar Rp9.084,0
triliun, sebagian besar digunakan untuk Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah
Tangga sebesar Rp5.071,1 triliun. Komponen pengeluaran lainnya meliputi
Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah sebesar Rp827,2 triliun, Komponen
Pembentukan Modal Tetap Bruto atau Komponen Investasi Fisik sebesar Rp2.876,3
triliun, Komponen Perubahan Inventori sebesar Rp179,8 triliun, transaksi Ekspor
sebesar Rp2.156,8 triliun dan Impor sebesar Rp2.338,1 triliun. Dibandingkan
dengan tahun 2012, PDB atas dasar harga berlaku meningkat dari Rp8.229,4
triliun menjadi Rp9.084,0 triliun. Hal tersebut didukung oleh
kenaikan pada seluruh komponen pengeluaran, seperti terlihat
pada tabel berikut:
Pertumbuhan ekonomi
Indonesia pada tahun 2013 tercatat sebesar 5,78 persen. Pertumbuhan ini
didukung oleh semua komponen, yaitu Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
tumbuh sebesar 5,28 persen, Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah sebesar
4,87 persen, Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar 4,71 persen, dan
Komponen Perubahan Inventori sebesar 6,74 persen, sedangkan Komponen Ekspor
tumbuh sebesar 5,30 persen dan Komponen Impor tumbuh sebesar 1,21 persen.
Pertumbuhan (q-to-q) beberapa komponen
pengeluaran pada triwulan IV-2013 dibandingkan dengan triwulan III-2013
mengalami peningkatan, kecuali Komponen Perubahan Inventori yang mengalami
kontraksi sebesar 127,16 persen. Laju pertumbuhan tertinggi pada triwulan
IV-2013 terjadi pada Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah yaitu sebesar
34,18 persen. Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga dan Komponen
Pembentukan Modal Tetap Bruto masing-masing meningkat sebesar 0,37 persen dan
2,94 persen. Komponen Impor mengalami peningkatan sebesar 8,30 persen sedikit
lebih rendah dari peningkatan Komponen Ekspor yang mencapai 9,07 persen.
PDB menurut pengeluaran
pada triwulan IV-2013 terhadap triwulan IV-2012 ( y-on-y) juga mengalami
peningkatan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada Komponen Ekspor sebesar 7,40
persen. Peningkatan tersebut selanjutnya diikuti oleh Komponen Konsumsi
Pemerintah sebesar 6,45 persen, Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga
sebesar 5,25 persen, dan Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar 4,37
persen. Sementara itu Komponen Impor mengalami pertumbuhan minus 0,60 persen.
Tingkat pertumbuhan yang terendah terjadi pada Komponen Perubahan Inventori,
yakni minus 8,63 persen.
Dilihat dari pola
distribusi PDB pengeluaran (harga berlaku), Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah
Tangga masih merupakan penyumbang terbesar dalam pengeluaran PDB Indonesia
menurut pengeluaran dengan proporsi sebesar 54,64 persen pada tahun 2012 dan
55,82 persen pada tahun 2013. Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah
meningkat dari 8,91 persen menjadi 9,12 persen. Sementara, Komponen Ekspor
mengalami penurunan dari 24,29 persen menjadi 23,74 persen. Komponen
Pembentukan Modal Tetap Bruto menurun dari 32,67 persen menjadi 31,66 persen,
Komponen Perubahan Inventori menurun dari 2,07 persen menjadi 1,98 persen, dan
Komponen Impor menurun dari 25,86 persen menjadi 25,74 persen.
PDB
dan Produk Nasional Bruto (PNB) Per Kapita
PDB/PNB
per kapita merupakan PDB/PNB atas dasar harga berlaku dibagi dengan jumlah
penduduk pertengahan tahun. Pada tahun 2013, nilai PDB per kapita diperkirakan
mencapai Rp36,5 juta dengan laju peningkatan sebesar 8,88 persen dibandingkan
dengan PDB per kapita tahun 2012 yang sebesar Rp33,5 juta. Sementara itu PNB
per kapita juga meningkat dari Rp32,5 juta pada tahun 2012 menjadi Rp35,4 juta
pada tahun 2013 atau terjadi peningkatan sebesar 8,72 persen.
Profil
Spasial Ekonomi Indonesia Menurut Kelompok Provinsi Triwulan IV-2013
Apabila
pengelompokan kegiatan ekonominya dibedakan ke dalam sektor primer (Sektor
Pertanian dan Sektor Pertambangan), sektor sekunder (Sektor Industri, Sektor
Listrik, Gas, dan Air Bersih, dan Sektor Konstruksi), dan sektor tersier
(Sektor Perdagangan, Sektor Pengangkutan, Sektor Keuangan, dan Sektor
Jasa-jasa), secara spasial sektor primer lebih didominasi oleh wilayah luar
Jawa (73,80 persen). Sedangkan sektor sekunder dan tersier, Pulau Jawa masih
menjadi penyumbang terbesar yaitu masing-masing sebesar 66,08 persen dan 66,11
persen.
SEKTOR
INDUSTRI
1. Industri
dan industrialisasi
Yaitu
himpunan perusahaan-perusahaan sejenis dan suatu sektor ekonomi yang di
dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang
jadi atau setengah jadi. Sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat
memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomian menuju sebuah kemajuan.
Produk-produk industrial selalu memiliki “dasar tukar” (terms of trade)
yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih
besar dibandingkan produk-produk sektor, karena sektor industri memiliki
variasi produk yang beragam dan mampu memberikan manfaat marjinal yang tinggi
kepada pemakainya, tidak bergantung musim, penanganan produksinya bisa
dikendalikan manusia
Karena
kelebihan-kelebihan sektor industri seperti di atas, maka industralisasi
dianggap sebagai “obat mujarab” (panacea) untuk mengatasi masalah
pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang. Kebijaksanaan yang ditempuh
seringkali dipaksakan, dalam arti hanya sekedar meniru pola kebijaksanaan
pembangunan di negara-negara maju tanpa memperhatikan keadaan dan kondisi
lingkungan yang ada seperti masalah ketersediaan bahan mentah, ketersediaan
tegnologi, kecakapan tenaga kerja, dan sebagainya.
2. ARGUMENTASI
INDUSTRIALISASI
Dalam implementasinya ada empat argumentasi atau basis
teori yang melandasi suatu kebijakan industrialisasi. Teori-teori yang dimaksud
ialah argumentasi keunggulan komparatif, argumentasi keterkaitan industrial,
argumentasi penciptaan kesempatan kerja, dan argumentasi loncatan tegnologi.
Pola pengembangan sektor industri di suatu negara sangat dipengaruhi oleh
argumentasi yang melandasinya. Negara-negara yang menganut basis teori
keunggulan komparatif akan mengembangkan subsektor atau jenis-jenis industri
yang memiliki keunggulan komparatif baginya. Negeri yang bertolak dari
argumentasi keterkaitan industrial akan lebih mengutamakan pengembangan
bidang-bidang industri yang paling luas mengait perkembangan bidang-bidang
kegiatan atau sektor-sektor ekonomi lain. Negara yang industrialisasinya dilandasi argumentasi
penciptaan kesempatan kerja niscaya akan lebih memprioritaskan pengembangan
industri-industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Adapun negeri-negeri
yang menganut argumentasi loncatan tegnologi percaya bahwa industri-industri
yang menggunakan tegnologi tinggi akan memberikan nilai tambah yang sangat
besar, diiringi dengan kemajuan tegnologi bagi industri-industri dan
sektor-sektor lain.
3. Strategi
industrialisasi
Teradapat dua macam pola strategi yaitu pola
substitusi impor dan pola substitusi ekspor. Pola substitusi impor dikenal
dengan istilah orientasi ke dalam . ialah suatu strategi industrialisasi yang
mengutamakan pengembangan jenis-jenis industry untuk menggantikan kebutuhan
akan impor produk-produk sejenis. Sedangkan strategi promosi ekspor, kadang
kadang dijuluki strategi orientasi ke luar ,ialah strategi indusrtialiasi yang
mengutamakan pengembangan jenis-jenis industry yang menghasilkan produk-produk
untuk diekspor. Strategi promosi ekspor biasanya ditempuh sebagai kelanjutan
dari strategi substitusi impor.
4. Makroekonomi
sector industry
Perkembangan
sector indusrti sejak orde baru, atau tepatnya semasa pembangunan jangka
panjang tahap pertama, sangat mengesankan. Hal itu dapat dilihat dari berbagai
ukuran perbandingan seperti jumlah unit usaha atau perusahaan jumlah tenaga
kerja yang diserap nilai keluran yang dihasilkan sumbangan dalam perolehan
devisa konstribusi dalam pembentukan pendapatan nasional, serta tingkat
pertumbuhannya. Sebagai gambaran ekstrem; keluaran atau produk industry
pengolahan yang pada tahun 1969 baru bernilai Rp251miliar telah melambung
menjadi sekitar Rp148 triliun pada tahun 1993 langka perkembangan nilai ini
tentu saja harus dtafsirkan dengan sanga hati-hati, di dalamnya terkandung
unsur inflasi. Jumlah tenaga kerja yang diserap bertambah dari sekitar 4,9 juta
orang pada tahun 1974-1975 menjadi 8,3 juta orang pada tahun 1993. Perkembangan
sector industry sesungguhnya dapat pula kita lihat dan rasakan dalam kehidupan
sehari-hari. Produk-produk industrial buatan Indonesia dewasa ini jauh lebih
banyak dan beragam dibandingkan, katakanlah, sepuluh tahun yang lalu.
5. Klasifikasi
Industri
Industry dapat di golongkan
berdasarkan beberapa sudut tinjauan atau pendeketan. Di Indonesia, industry
digolong-golongkan antara lain :
·
Industri makanan, minuman dan tembakau
·
industri tekstil, pakain jadi, dan kulit
·
industry kayu dan barang-barang dari
kayu, termasuk perabot rumah tangga
·
industry kertas dan barang-barang dari
kertas, percetakan, dan penerbitan
·
industry kimia dan barang-barang dari
bahan kimia, minyak bumi, batu bara, karet, dan plastik
·
industry barang bukan logam, kecuali
minyak bumi, dan batu bara
·
industry industry dari logam, mesin, dan
peralatnnya
·
industry logam dasar
·
industry pengolahan lainnya
Komoditas, berdasarkan skala usaha,
dan berdasarkan hubungan arus produknya. Pergolongan yang paling universal
ialah berdasarkan baku international klasifiksi indusrtri . untuk keperluan
perencanaan anggaran Negara dan analisis pembangunan, pemerintah membagi sector
industry pengolahan menjadi tiga sub sector yaitu; Subsector industry
pengolahan nonmigas ,Subsector pengilangan minyak bumi Subsector penglahan gas
dan alam, Sedangkan untuk keperluan pengembangan sector industry itu sendiri
serta berkaitan dengan administrasi departemen peridustrian dan perdagangan,
industry di Indonesia digolong-golongkan berdasarkan hubungan arus produknya
menjadi:
a) Industry
hulu :
Ø Industry
kimia dasar
Ø Industry
mesin, loga dasar, dan elektronika
b) Industry
hilir,
Ø aneka
indusrti
Ø Industry
kecil
6. Kinerja
ekspor
Indusrtrialisasi
di Indonesia dimulai dengan pengembangan industry industri substitusi impor. Produk-produk
yang dihasilkan terutama adalah barang-barang konsumtif yang sebelumnya di beli
diluar negeri.selama masa substitusi impor itu, kebijaksanaan industry dan
perdagangan sangat protektif. Barang-barang impor dikenai bea masuk yang
tinggi, sekaligus juga masih dibebani pajak penjualan barang impor. Jenis
barang yang tekena proteksi tariff paling tinggi adalah barang-barang konsumsi,
berkisar antara 40% hingga 270%. Barang –barang antara (intermediate good)
terkena proteksi sekitar 15% sampai 30%. Proteksi tariff paling lunak
diberlakukan terhadap impor barang-barang modal dan bahan mentah, pada umumnya
tak lebih dari 10% beberapa bahkan nol persen.
7. Kinerja
pendapatan
Perkembangan
sector industry semakin sangat impresif apabila dilihat dari kinerjanya dalam
segi pendapatan. Baik ditinjau dari nilai produk yang dihasilkan maupun dari
sumbangannya dalam membentuk pendapatan nasional. Begitu pula halnya
pertumbuhan nilai-nilai tersebut. Besar kecilnya peranan antar kelompok
industry dalam hal membentuk pendaptan agaknya tidak terlalu ditentukan oleh
banyak sedikitnya jumlah unti usaha dari gabungan seluruh skala industry,m
melainkan lebih ditentukan oleh banyak sedikitnya jumlah perusahaan berskala
besar dan sedang saja. Jumlah perusahaan besar dan sedang yang bergerak dalam
bidang industry makanan, minuman, dan tembakau saja tercatat melebihi
seperempat dari jumlah seluruh perusahaan-perusahaan besar dan sedang yang
bergerak dalam industry makanan,minuman,da tembakau bukan hanya berperan besar
dalam membentuk nilai produksi total sector industry, tetapi juga dalam
menyumbang nilai tambah bagi pembentukan PDB.
8. Kinerja
penciptaan kerja
Meskipun sector
industri telah menjadi salah satu penyumbang terbesar pendapatan nasional namun
masih belum diiringi dengan kemampuan untuk menjadi andalan dalam penciptaan
dalam kesempatan kerja. Dengan menyerap sekitar 11% dari seluruh pekerja pada
tahun 1994, sektor industri berada dalam urutan keempat dalam hal penciptaan
kesempatan kerja, sesudah sector pertanian, sector perdagangan, dan sector
jasa.
9. Mikro
ekonomi struktur indusrti
Keluaran atau
output yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan di sector industri tidak hanya
berupa barang hasil produksinya. Beberapa jenis industri tertentu menghasilkan
pula tenaga listrik yang kelebihannya kemudian dijual, beroleh penghasilan dari
jasa industri yang diberikan kepada pihak lain serta penerimaan dari jasa lain
yang sifatnya nonindustri. Di sisi factor produksi atau input, biaya yang
dikeluarkan tidak terbatas hanya pada biaya bahan baku atau bahan mentah,
tetapi juga biaya bahan baker, tenaga listrik dan gas, biaya barang lain, sewa
gedung, mesin dan lata-alat (barang modal) dan biaya jasa-jasa. Baik jasa industri
maupun jasa nonindustrial. Di samping itu semua, tentu saja biaya tenaga kerja
berupa upah atau gaji.
10. Upah
dan produktifitas kerja
Tingkat upah
menunjukkan jumlah yang diterima oleh pekerja dari perusahaan atau industri
tempatnya bekerja. Produktivitas tenaga kerja mencerminkan jumlah yang
disumbangkan oleh pekerja kepada perusahaan atau industri tempat bekerja.
Semakin tinggi tingkat upah berarti semakin besar jumlah yang diterima pekerja.
Begitu pun semakin tinggi produktivitas tenaga kerja (apakah diukur berdasarkan
nilai keluar ataupun nilai tambah) berarti semakin besar jumlah yang
disumbangkan oleh pekerja.
KONSENTRASI, DAYA SAING DAN
KEBIJAKSANAAN INDUSTRI
1. Konsentrasi dan Daya Saing
Untuk
mengukur kadar konsentrasi suatu industri ada beberapa alat analisa yang dapat
digunakan yaitu:
a.
Concentration Ratio of The 4 Largest
Companies (CR-4)
adalah suatu
koefisien yang menjelaskan persentase penguasaan pangsa pasar oleh 4 perusahaan
terbesar dalam suatu industri. Koefisien CR-4 yang semakin kecil mencerminkan
struktur yang semakin bersaing sempurna. Pasar suatu industri dinyatakan
berstruktur oligopolistik apabila koefisien CR-4 melebihi 0,40 atau 40%.
Berdasarkan ktiteria CR-4, struktur pasar sektor industri di Indonesia pada
umumnya oligopolistik.
b. Herfindabl Indexs
Yaitu
mencerminkan derajat penguasaan pasar dalam suatu industri dari tahun ke tahun.
Apabila indeks itu meningkat dari tahun ke tahun berarti pasar industri yang
bersangkutan cenderung berstruktur oligopoly atau bahkan monopoli. Akibatnya
daya saing mereka dalam menghadapi produk sejenis buatan pasar luar negeri,
atau di pasar mancanegara, tidak dapat diandalkan. Mereka sendiri tertarik
untuk berorientasi ekspor. Studi empiris Farrukh Iqbal menunjukkan hubungan
negative antara konsentrasi industri dengan orientasi ekspor, subsektor yang
konsentrasinya tinggi cenderung enggan berpartisipasi dalam ekspor. Perilaku
seperti ini diduga karena subsektor yang berkonsentrasi tinggi memang tak mampu
bersaing di pasar terbuka sebab tidak tersedia proteksi bagi mereka di sana.
2. Sasaran dan Kebijaksanaan
Sasaran
pembangunan industri pada akhir PJP II ialah terwujudnya sektor industri yang
kuat dan maju sehingga mampu menunjang terciptanya perekonomian yang mandiri
dan andal. Melalui rangkaian penataan struktur industri dan pemantapan proses
industrialisasi, pada akhir PJP II kelak sektor industri diproyeksikan dapat
memberikan sumbangan sekitar 32,5% dalam PDB. Selama era PJP II ini sector
industri diperkirakan mampu menyerap 19 juta orang tenaga kerja baru, atau
27,6% dari seluruh tambahan kesempatan kerja. Dengan demikian, pada akhir PJP
II nanti sektor industri akan merupakan lapangan kerja bagi 28, 9 juta orang. Industri barang modal meliputi industri
permesinan dan elektronika, serta industri kimia yang menghasilkan bahan baku
diharapkan semakin berkembang dengan keterkaitan yang semakin kukuh sehingga
meningkatkan kemandirian. Seiring dengan semua itu, agroindustri dan industri
pengolahan sumber daya alam lainnya berkembang semakin meluas dengan efisiensi
dan daya saing yang tinggi. Kebijakan untuk mendukung tercapainya
sasaran-sasaran di atas antara lain:
a. Pembangunan
industri berspektrum luas yang berorientasi pada pasar internasional
b. Pembangunan
industri dengan percepatan penguasaan teknologi
c. Pembangunan
industri bertumpu pada mekanisme pasar dengan dunia usaha sebagai pemeran utama
d. Pembangunan
industri yang mengutamakan tercapainya pertumbuhan bersamaan dengan pemerataan.
Titik berat pembangunan industri
antara lain sebagai berikut:
a. Pengembangan
industri berdaya saing kuat dengan memanfaatkan keunggulan komparatif
b. Menciptakan
keunggulan kompetitif yang dinamis
c. Memadukan
iklim saling menunjang dalam pengembangan iklim usaha dan investasi.
Pertanian
terhadap Perekonomian
Pengertian
dan lingkup
Struktur perekonomian Indonesia tentang
bagaimana arah kebijakan perekonomian Indonesia merupakan isu menarik. Tantangan
perekonomian di era globalisasi ini masih sama dengan era sebelumnya, yaitu
bagaimana subjek dari perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia
sejahtera. Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sekarang ada
235 juta penduduk yang tersebar dari Merauke sampai Sabang. Jumlah penduduk
yang besar ini menjadi pertimbangan utama pemerintah pusat dan daerah, sehingga
arah perekonomian Indonesia masa itu dibangun untuk memenuhi kebutuhan pangan
rakyatnya.
Sektor pertanian yang
dimaksud dalam konsep pendapatan nasional menurut lapangan usaha atau sektor
produksi ialah pertanian dalam arti luas. Di Indonesia, sektor pertanian dalam
arti luas ini dipilah-pilah menjadi lima subsektor yaitu :
1. Subsektor
Tanaman Pangan
2. Subsektor
Perkebunan
3. Subsektor
Kehutanan
4. Subsektor
Perternakan ; dan
5. Subsektor
Perikanan
Masing-masing
subsektor, dengan dasar klasifikasi tertentu, dirinci lebih lanjut menjadi
subsektor yang lebih spesifik. Nilai tambah sektor pertanian dalam perhitungan
PDB tidak lain merupakan hasil penjumlahan nilai tambah
dari subsektor-subsektor ini.
Subsektor tanaman
pangan sering juga disebut Subsektor pertanian rakyat. Disebut demikian
Karena tanaman pangan biasanya
diusahakan oleh rakyat, maksudnya bukan oleh perusahaan atau pemerintah.
Subsektor perkebunan
dibedakan atas perkebunan rakyat dan perkebunan besar. Perkebunan rakyat ialah
perkebunan yang diusahakan sendiri oleh rakyat atau masyarakat. Perkebunan
besar ialah semua kegiatan perkebunan yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan
perkebunan berbadan hukum.
Subsektorkehutanan
terdiri dari tiga macam kegiatan yaitu penebangan kayu; pengambilan hasil hutan
lain;perburuan. Kegiatan penebangan kayu menghasikan kayu-kayu glondongan; kayu
bakar; arang; dan bambu. Hasil hutan lainnya meliputi damar; rotan; getah kayu;
serta berbagai macam akar-akaran dan umbi kayu.
Subsektor perternakan
mencakup kegiatan berternak itu sendiri dan pengusahaan hasil-hasilnya.
Subsektor ini meliputi produksi ternak-ternak besar dan kecil; telur; susu segar;
dan pemotongan hewan.
Subsektor perikanan
meliputi semua hasil kegiatan perikanan laut; perairan umum; kolat; tambak;
sawah; dan keramba, serta pengolahan sederhana atau produk-produk perikanan
(pengeringan dan pengasinan).
Sektor pertanian tidak
terbatas hanya pada tanaman pangan atau pertanian rakyat, bukan semata-mata
kegiatan prosuksi melalui bercocok tanam. Dalam aspek teknologi, pertanian
tidak relevan untuk selalu diidentikan dengan keterbelakangan atau
ketertinggalan, sebab teknologi disektor pertanian juga selalu berkembang.
Potensi
bidang pertanian Indonesia
Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam
meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian
di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat
dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat
kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung kehidupan
masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga membuat pertanian beririgasi
teknis semakin berkurang. Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat
produktivitas pertanian per hektare juga relatif stagnan. Salah satu penyebab
dari produktivitas ini adalah karena pasokan air yang mengairi lahan pertanian
juga berkurang.
Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita akan
mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Di
kemudian hari kita mungkin saja akan semakin bergantung dengan impor pangan
dari luar negeri. Impor memang dapat menjadi alternatif solusi untuk memenuhi
kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin murahnya produk pertanian,
seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita juga perlu
mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia, dan
bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa depan
struktur perekonomian Indonesia.
Perkembangan Sektor Pertanian
Sektor pertanian hingga saat ini masih menjadi sumber daya
pencarian utama sebagian besar penduduk. Program
pembangunan sector pertanian meliputi program peningkatan produksi dikelima
subsektornya,serta peningkatan pendapatan petani; pekebun; peternak; dan
nelayan. Sampai tahun 1990 sektor pertanian masih merupakan penyumbang utama
dalam membentuk produk domestrik bruto. Namun Perkembangan sektor pertanian di
Indonesia untuk subsektor tanaman pangan puncaknya ditandai dengan keberhasilan
mencapai sewasembada beras, ternyata tanpa didahului dengan reformasi agraris
ataupun land reform.
Produksi tanaman pangan dapat ditingkatkan melalui
perluasan areal( ekstensifikasi ) dan peningkatan produktifitas ( intensifikasi
). Tersedianya lahan yang luas dan teknologi produksi yang mampu menaikan
produktivitas tidak dengan sendirinya akan mendorong petan dalam lebih proaktif
berproduksi. Rangsangan yang dimaksud dapar berupa harga sarana produksi yang
terjangkau; kemudahan untuk mendapatkan sarana produksi; harga jual; serta
teknologi dan sarana penanganan pascapanen yang mampu menjaga keawetan produk.
Tanpa kelengkapan ini, areal yang luas dan teknologi yang maju akan tetap
mubazir. Petani tidak dapat dipaksa agar memacu produksi semata-mata untuk
kepentingan kita, mereka juga mempunyai kepentingan sendiri.
Peranan
Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Indonesia Di Masa DepanKontibusi terhadap
kesempatan kerja
Kalau dilihat pola perubahan kesempatan kerja di pertanian dan industri
manufaktur, pangsa kesempatan kerja dari sektor pertama menunjukkan suatu
pertumbuhan tren yang menurun, sedangkan di sektor kedua meningkat. Perubahan
struktur kesempatan kerja ini sesuai dengan yang di prediksi oleh teori
mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi dari suatu proses pembangunan
ekonomi jangka panjang, yaitu bahwa semakin tinggi pendapatan per kapita,
semakin kecil peran dari sektor primer, yakni pertambangan dan pertanian, dan
semakin besar peran dari sektor sekunder, seperti manufaktur dan sektor-sektor
tersier di bidang ekonomi. Namun semakin besar peran tidak langsung dari sektor
pertanian, yakni sebagai pemasok bahan baku bagi sektor industri manufaktur dan
sektor-sektor ekonomi lainnya.
Peran penting dari sektor pertanian sebagai sektor
tempat mayoritas tenaga kerja Indonesia memperoleh penghasilan untuk hidup.
Sesuai dengan permasalahan di sektor pertanian yang sudah disampaikan di atas,
maka kita mempunyai dua strategi yang dapat dilaksanakan untuk
pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia di masa depan.
1. Strategi pertama adalah melakukan revitalisasi berbagai sarana pendukung
sektor pertanian, dan pembukaan lahan baru sebagai tempat yang dapat membuka
lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia. Keberpihakan bagi sektor
pertanian, seperti ketersediaan pupuk dan sumber daya yang memberikan
konsultasi bagi petani dalam meningkatkan produktivitasnya, perlu dioptimalkan
kinerjanya
2. Strategi kedua adalah dengan mempersiapkan sarana dan prasarana
pendukung bagi sektor lain yang akan menyerap pertumbuhan tenaga kerja
Indonesia. Sektor ini juga merupakan sektor yang jumlah tenaga kerjanya banyak,
yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta industri pengolahan. Sarana
pendukung seperti jalan, pelabuhan, listrik adalah sarana utama yang dapat
mengakselerasi pertumbuhan di sektor ini.
Kontribusi pertanian terhadap devisa
Pertanian juga mempunyai kontribusi yang besar
terhadap peningkatan devisa, yaitu lewat peningkatan ekspor dan atau
pengurangan tingkat ketergantungan Negara tersebut terhadap impor atas komoditi
pertanian. Komoditas ekspor pertanian Indonesia cukup bervariasi mulai dari
getah karet, kopi, udang, rempah-rempah, mutiara, hingga berbagai macam sayur
dan buah. Peran pertanian dalam peningkatan devisa bisa kontradiksi dengan
perannya dalam bentuk kontribusi produk. Kontribusi produk dari sector pertanian
terhadap pasar dan industri domestic bisa tidak besar karena sebagian besar
produk pertanian di ekspor atau sebagian besar kebutuhan pasar dan industri
domestic disuplai oleh produk-produk impor.
Kontribusi pertanian terhadap produktivitas
Kemampuan Indonesia meningkatkan produksi pertanian untuk swasembada
dalam penyediaan pangan sangat ditentukan oleh banyak faktor eksternal maupun
internal. Satu-satunya faktor eksternal yang tidak bisa dipengaruhi oleh
manusia adalah iklim, walaupun dengan kemajuan teknologi saat ini pengaruh
negatif dari cuaca buruk terhadap produksi pertanian bisa diminimalisir. Dalam
penelitian empiris, factor iklim biasanya dilihat dalam bentuk banyaknya curah
hujan (millimeter). Curah hujan mempengaruhi pola produksi, pola panen, dan
proses pertumbuhan tanaman. Sedangkan factor-faktor internal, dalam arti bisa
dipengaruhi oleh manusia, di antaranya yang penting adalah lusa lahan, bibit,
berbagai macam pupuk (seperti urea, TSP, dan KCL), pestisida,
ketersediaan dan kualitas infrastruktur, termasuk irigasi, jumlah dan
kualitas tenaga kerja (SDM), K, dan T. kombinasi dari faktor-faktor tersebut
dalam tingkat keterkaitan yang optimal akan menentukan tingkat produktivitas
lahan (jumlah produksi per hektar) maupun manusia (jumlah produk per L/petani).
Saat ini Indonesia, terutama pada sektor pertanian (beras) belum mencukupi
kebutuhan dalam negeri. Ini berarti Indonesia harus meningkatkan daya saing dan
kapasitas produksi untuk menigkatkan produktivitas pertanian.
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan
bahwa dii Indonesia, industri digolong-golongkan antara lain berdasarkan
kelompok komoditas, berdasarkan skala usaha, dan berdasarkan hubungan arus
produknya.
Di Indonesia, industri yang banyak
menyerap lapangan kerja yaitu 1/3 tenaga kerja terserap dalam industri makanan,
minuman, dan tembakau, ¼ tenaga kerja terserap dalam industri kayu dan barang
dari kayu dan 1/5 tenaga kerja terserap dlm industri tekstil & pakaian
jadi. Sedangkan industri-industri yang berperan penting dalam pendapatan
nsasional antara lain migas, nonmigas, tekstil, pakaian jadi, kulit, dan kimia.
0 komentar:
Post a Comment