Tuesday 28 July 2015




·      Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia tahun 2013 tumbuh sebesar 5,78 persen dibandingkan dengan tahun 2012. Pertumbuhan terjadi pada semua sektor ekonomi, dengan pertumbuhan tertinggi di Sektor Pengangkutan dan Komunikasi sebesar 10,19 persen dan terendah di Sektor Pertambangan dan Penggalian sebesar 1,34 persen. Sementara PDB Tanpa Migas tahun 2013 tumbuh 6,25 persen.
·      Besaran PDB Indonesia tahun 2013 atas dasar harga berlaku mencapai Rp9.084,0 triliun, sedangkan atas dasar harga konstan (tahun 2000) mencapai Rp2.770,3 triliun.
·      Secara triwulanan, PDB Indonesia triwulan IV-2013 dibandingkan dengan triwulan III-2013 (q-to-q) turun sebesar 1,42 persen, tapi bila dibandingkan dengan triwulan IV-2012 (y-on-y) tumbuh sebesar  5,72 persen.
·      Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2013 menurut sisi pengeluaran terjadi pada Komponen Ekspor Barang dan Jasa sebesar 5,30 persen, diikuti Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga 5,28 persen, Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah yang tumbuh 4,87 persen, dan Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto (PMTB)  4,71 persen. Sementara, Komponen Impor sebagai faktor pengurang mengalami pertumbuhan sebesar 1,21 persen.
·      Pada tahun 2013, PDB (harga berlaku) digunakan untuk memenuhi Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga sebesar 55,82 persen, Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah 9,12 persen, Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto atau Komponen Investasi Fisik 31,66 persen, ekspor 23,74 persen, dan Komponen Impor  25,74 persen.
·      PDB per kapita atas dasar harga berlaku pada tahun 2013 mencapai Rp36,5 juta meningkat dibandingkan PDB per kapita pada tahun 2012 yang mencapai Rp33,5 juta.
·      57,78 persen dari PDB triwulan IV-2013 disumbang oleh Pulau Jawa, dengan urutan tiga provinsi terbesarnya adalah: DKI Jakarta, Jawa Timur, dan Jawa Barat. Secara kuantitatif, kegiatan-kegiatan di sektor sekunder dan tersier masih terkonsentrasi di Pulau Jawa, sedangkan kegiatan sektor primernya lebih diperankan oleh luar Jawa.
Nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia atas dasar harga konstan 2000 pada tahun 2013 mencapai Rp2.770,3 triliun, naik Rp151,4 triliun dibandingkan tahun 2012 (Rp2.618,9 triliun). Bila dilihat berdasarkan harga berlaku, PDB tahun 2013 naik sebesar Rp854,6 triliun, yaitu dari Rp8.229,4 triliun pada tahun 2012 menjadi sebesar Rp9.084,0 triliun pada tahun 2013
Perekonomian Indonesia pada tahun 2013 tumbuh sebesar 5,78 persen dibanding tahun 2012, dimana semua sektor ekonomi mengalami pertumbuhan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada Sektor Pengangkutan dan Komunikasi yang mencapai 10,19 persen, diikuti oleh Sektor Keuangan, Real Estat, dan Jasa Perusahaan 7,56 persen, Sektor Konstruksi 6,57 persen, Sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran 5,93 persen, Sektor Listrik, Gas dan Air Bersih 5,58 persen, Sektor Industri Pengolahan 5,56 persen, Sektor Jasa-jasa 5,46 persen, Sektor Pertanian 3,54 persen, dan Sektor Pertambangan dan Penggalian 1,34 persen. Pertumbuhan PDB tanpa migas pada tahun 2013 mencapai 6,25 persen yang berarti lebih tinggi dari pertumbuhan PDB.
PDB Menurut Pengeluaran
PDB atas dasar harga berlaku tahun 2013 sebesar Rp9.084,0 triliun, sebagian besar digunakan untuk Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga sebesar Rp5.071,1 triliun. Komponen pengeluaran lainnya meliputi Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah sebesar Rp827,2 triliun, Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto atau Komponen Investasi Fisik sebesar Rp2.876,3 triliun, Komponen Perubahan Inventori sebesar Rp179,8 triliun, transaksi Ekspor sebesar Rp2.156,8 triliun dan Impor sebesar Rp2.338,1 triliun. Dibandingkan dengan tahun 2012, PDB atas dasar harga berlaku meningkat dari Rp8.229,4 triliun menjadi Rp9.084,0 triliun. Hal tersebut didukung oleh
kenaikan pada seluruh komponen pengeluaran, seperti terlihat pada tabel berikut:

Pertumbuhan ekonomi Indonesia pada tahun 2013 tercatat sebesar 5,78 persen. Pertumbuhan ini didukung oleh semua komponen, yaitu Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga tumbuh sebesar 5,28 persen, Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah sebesar 4,87 persen, Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar 4,71 persen, dan Komponen Perubahan Inventori sebesar 6,74 persen, sedangkan Komponen Ekspor tumbuh sebesar 5,30 persen dan Komponen Impor tumbuh sebesar 1,21 persen. Pertumbuhan (q-to-q)  beberapa komponen pengeluaran pada triwulan IV-2013 dibandingkan dengan triwulan III-2013 mengalami peningkatan, kecuali Komponen Perubahan Inventori yang mengalami kontraksi sebesar 127,16 persen. Laju pertumbuhan tertinggi pada triwulan IV-2013 terjadi pada Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah yaitu sebesar 34,18 persen. Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga dan Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto masing-masing meningkat sebesar 0,37 persen dan 2,94 persen. Komponen Impor mengalami peningkatan sebesar 8,30 persen sedikit lebih rendah dari peningkatan Komponen Ekspor yang mencapai 9,07 persen. 
PDB menurut pengeluaran pada triwulan IV-2013 terhadap triwulan IV-2012 ( y-on-y) juga mengalami peningkatan. Pertumbuhan tertinggi terjadi pada Komponen Ekspor sebesar 7,40 persen. Peningkatan tersebut selanjutnya diikuti oleh Komponen Konsumsi Pemerintah sebesar 6,45 persen, Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga sebesar 5,25 persen, dan Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto sebesar 4,37 persen. Sementara itu Komponen Impor mengalami pertumbuhan minus 0,60 persen. Tingkat pertumbuhan yang terendah terjadi pada Komponen Perubahan Inventori, yakni minus 8,63  persen.
Dilihat dari pola distribusi PDB pengeluaran (harga berlaku), Komponen Pengeluaran Konsumsi Rumah Tangga masih merupakan penyumbang terbesar dalam pengeluaran PDB Indonesia menurut pengeluaran dengan proporsi sebesar 54,64 persen pada tahun 2012 dan 55,82 persen pada tahun 2013. Komponen Pengeluaran Konsumsi Pemerintah meningkat dari 8,91 persen menjadi 9,12 persen. Sementara, Komponen Ekspor mengalami penurunan dari 24,29 persen menjadi 23,74 persen. Komponen Pembentukan Modal Tetap Bruto menurun dari 32,67 persen menjadi 31,66 persen, Komponen Perubahan Inventori menurun dari 2,07 persen menjadi 1,98 persen, dan Komponen Impor menurun dari 25,86 persen menjadi 25,74 persen.


PDB dan Produk Nasional Bruto (PNB) Per Kapita
PDB/PNB per kapita merupakan PDB/PNB atas dasar harga berlaku dibagi dengan jumlah penduduk pertengahan tahun. Pada tahun 2013, nilai PDB per kapita diperkirakan mencapai Rp36,5 juta dengan laju peningkatan sebesar 8,88 persen dibandingkan dengan PDB per kapita tahun 2012 yang sebesar Rp33,5 juta. Sementara itu PNB per kapita juga meningkat dari Rp32,5 juta pada tahun 2012 menjadi Rp35,4 juta pada tahun 2013 atau terjadi peningkatan sebesar 8,72 persen.

Profil Spasial Ekonomi Indonesia Menurut Kelompok Provinsi Triwulan IV-2013
Apabila pengelompokan kegiatan ekonominya dibedakan ke dalam sektor primer (Sektor Pertanian dan Sektor Pertambangan), sektor sekunder (Sektor Industri, Sektor Listrik, Gas, dan Air Bersih, dan Sektor Konstruksi), dan sektor tersier (Sektor Perdagangan, Sektor Pengangkutan, Sektor Keuangan, dan Sektor Jasa-jasa), secara spasial sektor primer lebih didominasi oleh wilayah luar Jawa (73,80 persen). Sedangkan sektor sekunder dan tersier, Pulau Jawa masih menjadi penyumbang terbesar yaitu masing-masing sebesar 66,08 persen dan 66,11 persen.

SEKTOR INDUSTRI
1.    Industri dan industrialisasi
Yaitu himpunan perusahaan-perusahaan sejenis dan suatu sektor ekonomi yang di dalamnya terdapat kegiatan produktif yang mengolah bahan mentah menjadi barang jadi atau setengah jadi. Sektor industri diyakini sebagai sektor yang dapat memimpin sektor-sektor lain dalam sebuah perekonomian menuju sebuah kemajuan. Produk-produk industrial selalu memiliki “dasar tukar” (terms of trade) yang tinggi atau lebih menguntungkan serta menciptakan nilai tambah yang lebih besar dibandingkan produk-produk sektor, karena sektor industri memiliki variasi produk yang beragam dan mampu memberikan manfaat marjinal yang tinggi kepada pemakainya, tidak bergantung musim, penanganan produksinya bisa dikendalikan manusia
Karena kelebihan-kelebihan sektor industri seperti di atas, maka industralisasi dianggap sebagai “obat mujarab” (panacea) untuk mengatasi masalah pembangunan ekonomi di negara-negara berkembang. Kebijaksanaan yang ditempuh seringkali dipaksakan, dalam arti hanya sekedar meniru pola kebijaksanaan pembangunan di negara-negara maju tanpa memperhatikan keadaan dan kondisi lingkungan yang ada seperti masalah ketersediaan bahan mentah, ketersediaan tegnologi, kecakapan tenaga kerja, dan sebagainya.
2.    ARGUMENTASI INDUSTRIALISASI
Dalam implementasinya ada empat argumentasi atau basis teori yang melandasi suatu kebijakan industrialisasi. Teori-teori yang dimaksud ialah argumentasi keunggulan komparatif, argumentasi keterkaitan industrial, argumentasi penciptaan kesempatan kerja, dan argumentasi loncatan tegnologi. Pola pengembangan sektor industri di suatu negara sangat dipengaruhi oleh argumentasi yang melandasinya. Negara-negara yang menganut basis teori keunggulan komparatif akan mengembangkan subsektor atau jenis-jenis industri yang memiliki keunggulan komparatif baginya. Negeri yang bertolak dari argumentasi keterkaitan industrial akan lebih mengutamakan pengembangan bidang-bidang industri yang paling luas mengait perkembangan bidang-bidang kegiatan atau sektor-sektor ekonomi lain. Negara yang industrialisasinya dilandasi argumentasi penciptaan kesempatan kerja niscaya akan lebih memprioritaskan pengembangan industri-industri yang paling banyak menyerap tenaga kerja. Adapun negeri-negeri yang menganut argumentasi loncatan tegnologi percaya bahwa industri-industri yang menggunakan tegnologi tinggi akan memberikan nilai tambah yang sangat besar, diiringi dengan kemajuan tegnologi bagi industri-industri dan sektor-sektor lain.
3.    Strategi industrialisasi
Teradapat dua macam pola strategi yaitu pola substitusi impor dan pola substitusi ekspor. Pola substitusi impor dikenal dengan istilah orientasi ke dalam . ialah suatu strategi industrialisasi yang mengutamakan pengembangan jenis-jenis industry untuk menggantikan kebutuhan akan impor produk-produk sejenis. Sedangkan strategi promosi ekspor, kadang kadang dijuluki strategi orientasi ke luar ,ialah strategi indusrtialiasi yang mengutamakan pengembangan jenis-jenis industry yang menghasilkan produk-produk untuk diekspor. Strategi promosi ekspor biasanya ditempuh sebagai kelanjutan dari strategi substitusi impor.
4.    Makroekonomi sector industry
Perkembangan sector indusrti sejak orde baru, atau tepatnya semasa pembangunan jangka panjang tahap pertama, sangat mengesankan. Hal itu dapat dilihat dari berbagai ukuran perbandingan seperti jumlah unit usaha atau perusahaan jumlah tenaga kerja yang diserap nilai keluran yang dihasilkan sumbangan dalam perolehan devisa konstribusi dalam pembentukan pendapatan nasional, serta tingkat pertumbuhannya. Sebagai gambaran ekstrem; keluaran atau produk industry pengolahan yang pada tahun 1969 baru bernilai Rp251miliar telah melambung menjadi sekitar Rp148 triliun pada tahun 1993 langka perkembangan nilai ini tentu saja harus dtafsirkan dengan sanga hati-hati, di dalamnya terkandung unsur inflasi. Jumlah tenaga kerja yang diserap bertambah dari sekitar 4,9 juta orang pada tahun 1974-1975 menjadi 8,3 juta orang pada tahun 1993. Perkembangan sector industry sesungguhnya dapat pula kita lihat dan rasakan dalam kehidupan sehari-hari. Produk-produk industrial buatan Indonesia dewasa ini jauh lebih banyak dan beragam dibandingkan, katakanlah, sepuluh tahun yang lalu.
5.    Klasifikasi Industri
Industry dapat di golongkan berdasarkan beberapa sudut tinjauan atau pendeketan. Di Indonesia, industry digolong-golongkan antara lain :
·         Industri makanan, minuman dan tembakau
·         industri tekstil, pakain jadi, dan kulit
·         industry kayu dan barang-barang dari kayu, termasuk perabot rumah tangga
·         industry kertas dan barang-barang dari kertas, percetakan, dan penerbitan
·         industry kimia dan barang-barang dari bahan kimia, minyak bumi, batu bara, karet, dan plastik
·         industry barang bukan logam, kecuali minyak bumi, dan batu bara
·         industry industry dari logam, mesin, dan peralatnnya
·         industry logam dasar
·         industry pengolahan  lainnya
Komoditas, berdasarkan skala usaha, dan berdasarkan hubungan arus produknya. Pergolongan yang paling universal ialah berdasarkan baku international klasifiksi indusrtri . untuk keperluan perencanaan anggaran Negara dan analisis pembangunan, pemerintah membagi sector industry pengolahan menjadi tiga sub sector yaitu; Subsector industry pengolahan nonmigas ,Subsector pengilangan minyak bumi Subsector penglahan gas dan alam, Sedangkan untuk keperluan pengembangan sector industry itu sendiri serta berkaitan dengan administrasi departemen peridustrian dan perdagangan, industry di Indonesia digolong-golongkan berdasarkan hubungan arus produknya menjadi:

a)      Industry hulu :
Ø Industry kimia dasar
Ø Industry mesin, loga dasar, dan elektronika
b)      Industry hilir,
Ø aneka indusrti
Ø Industry kecil

6.    Kinerja ekspor
Indusrtrialisasi di Indonesia dimulai dengan pengembangan industry industri substitusi impor. Produk-produk yang dihasilkan terutama adalah barang-barang konsumtif yang sebelumnya di beli diluar negeri.selama masa substitusi impor itu, kebijaksanaan industry dan perdagangan sangat protektif. Barang-barang impor dikenai bea masuk yang tinggi, sekaligus juga masih dibebani pajak penjualan barang impor. Jenis barang yang tekena proteksi tariff paling tinggi adalah barang-barang konsumsi, berkisar antara 40% hingga 270%. Barang –barang antara (intermediate good) terkena proteksi sekitar 15% sampai 30%. Proteksi tariff paling lunak diberlakukan terhadap impor barang-barang modal dan bahan mentah, pada umumnya tak lebih dari 10% beberapa bahkan nol persen.
7.    Kinerja pendapatan
Perkembangan sector industry semakin sangat impresif apabila dilihat dari kinerjanya dalam segi pendapatan. Baik ditinjau dari nilai produk yang dihasilkan maupun dari sumbangannya dalam membentuk pendapatan nasional. Begitu pula halnya pertumbuhan nilai-nilai tersebut. Besar kecilnya peranan antar kelompok industry dalam hal membentuk pendaptan agaknya tidak terlalu ditentukan oleh banyak sedikitnya jumlah unti usaha dari gabungan seluruh skala industry,m melainkan lebih ditentukan oleh banyak sedikitnya jumlah perusahaan berskala besar dan sedang saja. Jumlah perusahaan besar dan sedang yang bergerak dalam bidang industry makanan, minuman, dan tembakau saja tercatat melebihi seperempat dari jumlah seluruh perusahaan-perusahaan besar dan sedang yang bergerak dalam industry makanan,minuman,da tembakau bukan hanya berperan besar dalam membentuk nilai produksi total sector industry, tetapi juga dalam menyumbang nilai tambah bagi pembentukan PDB.
8.    Kinerja penciptaan kerja
Meskipun sector industri telah menjadi salah satu penyumbang terbesar pendapatan nasional namun masih belum diiringi dengan kemampuan untuk menjadi andalan dalam penciptaan dalam kesempatan kerja. Dengan menyerap sekitar 11% dari seluruh pekerja pada tahun 1994, sektor industri berada dalam urutan keempat dalam hal penciptaan kesempatan kerja, sesudah sector pertanian, sector perdagangan, dan sector jasa.
9.    Mikro ekonomi struktur indusrti
Keluaran atau output yang dihasilkan oleh sebuah perusahaan di sector industri tidak hanya berupa barang hasil produksinya. Beberapa jenis industri tertentu menghasilkan pula tenaga listrik yang kelebihannya kemudian dijual, beroleh penghasilan dari jasa industri yang diberikan kepada pihak lain serta penerimaan dari jasa lain yang sifatnya nonindustri. Di sisi factor produksi atau input, biaya yang dikeluarkan tidak terbatas hanya pada biaya bahan baku atau bahan mentah, tetapi juga biaya bahan baker, tenaga listrik dan gas, biaya barang lain, sewa gedung, mesin dan lata-alat (barang modal) dan biaya jasa-jasa. Baik jasa industri maupun jasa nonindustrial. Di samping itu semua, tentu saja biaya tenaga kerja berupa upah atau gaji.
10.    Upah dan produktifitas kerja
Tingkat upah menunjukkan jumlah yang diterima oleh pekerja dari perusahaan atau industri tempatnya bekerja. Produktivitas tenaga kerja mencerminkan jumlah yang disumbangkan oleh pekerja kepada perusahaan atau industri tempat bekerja. Semakin tinggi tingkat upah berarti semakin besar jumlah yang diterima pekerja. Begitu pun semakin tinggi produktivitas tenaga kerja (apakah diukur berdasarkan nilai keluar ataupun nilai tambah) berarti semakin besar jumlah yang disumbangkan oleh pekerja.

KONSENTRASI, DAYA SAING DAN KEBIJAKSANAAN INDUSTRI
1.  Konsentrasi dan Daya Saing
       Untuk mengukur kadar konsentrasi suatu industri ada beberapa alat analisa yang dapat digunakan yaitu:
a. Concentration Ratio of The 4 Largest Companies (CR-4)
adalah suatu koefisien yang menjelaskan persentase penguasaan pangsa pasar oleh 4 perusahaan terbesar dalam suatu industri. Koefisien CR-4 yang semakin kecil mencerminkan struktur yang semakin bersaing sempurna. Pasar suatu industri dinyatakan berstruktur oligopolistik apabila koefisien CR-4 melebihi 0,40 atau 40%. Berdasarkan ktiteria CR-4, struktur pasar sektor industri di Indonesia pada umumnya oligopolistik.
b.  Herfindabl Indexs
Yaitu mencerminkan derajat penguasaan pasar dalam suatu industri dari tahun ke tahun. Apabila indeks itu meningkat dari tahun ke tahun berarti pasar industri yang bersangkutan cenderung berstruktur oligopoly atau bahkan monopoli. Akibatnya daya saing mereka dalam menghadapi produk sejenis buatan pasar luar negeri, atau di pasar mancanegara, tidak dapat diandalkan. Mereka sendiri tertarik untuk berorientasi ekspor. Studi empiris Farrukh Iqbal menunjukkan hubungan negative antara konsentrasi industri dengan orientasi ekspor, subsektor yang konsentrasinya tinggi cenderung enggan berpartisipasi dalam ekspor. Perilaku seperti ini diduga karena subsektor yang berkonsentrasi tinggi memang tak mampu bersaing di pasar terbuka sebab tidak tersedia proteksi bagi mereka di sana.
2. Sasaran dan Kebijaksanaan
Sasaran pembangunan industri pada akhir PJP II ialah terwujudnya sektor industri yang kuat dan maju sehingga mampu menunjang terciptanya perekonomian yang mandiri dan andal. Melalui rangkaian penataan struktur industri dan pemantapan proses industrialisasi, pada akhir PJP II kelak sektor industri diproyeksikan dapat memberikan sumbangan sekitar 32,5% dalam PDB. Selama era PJP II ini sector industri diperkirakan mampu menyerap 19 juta orang tenaga kerja baru, atau 27,6% dari seluruh tambahan kesempatan kerja. Dengan demikian, pada akhir PJP II nanti sektor industri akan merupakan lapangan kerja bagi 28, 9 juta orang.  Industri barang modal meliputi industri permesinan dan elektronika, serta industri kimia yang menghasilkan bahan baku diharapkan semakin berkembang dengan keterkaitan yang semakin kukuh sehingga meningkatkan kemandirian. Seiring dengan semua itu, agroindustri dan industri pengolahan sumber daya alam lainnya berkembang semakin meluas dengan efisiensi dan daya saing yang tinggi. Kebijakan untuk mendukung tercapainya sasaran-sasaran di atas antara lain:
a.       Pembangunan industri berspektrum luas yang berorientasi pada pasar internasional
b.      Pembangunan industri dengan percepatan penguasaan teknologi
c.       Pembangunan industri bertumpu pada mekanisme pasar dengan dunia usaha sebagai pemeran utama
d.      Pembangunan industri yang mengutamakan tercapainya pertumbuhan bersamaan dengan pemerataan.
            Titik berat pembangunan industri antara lain sebagai berikut:
a.    Pengembangan industri berdaya saing kuat dengan memanfaatkan keunggulan komparatif
b.    Menciptakan keunggulan kompetitif yang dinamis
c.    Memadukan iklim saling menunjang dalam pengembangan iklim usaha dan investasi.
Pertanian terhadap Perekonomian
Pengertian dan lingkup
Struktur perekonomian Indonesia tentang bagaimana arah kebijakan perekonomian Indonesia merupakan isu menarik. Tantangan perekonomian di era globalisasi ini masih sama dengan era sebelumnya, yaitu bagaimana subjek dari perekonomian Indonesia, yaitu penduduk Indonesia sejahtera. Indonesia mempunyai jumlah penduduk yang sangat besar, sekarang ada 235 juta penduduk yang tersebar dari Merauke sampai Sabang. Jumlah penduduk yang besar ini menjadi pertimbangan utama pemerintah pusat dan daerah, sehingga arah perekonomian Indonesia masa itu dibangun untuk memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya. 
Sektor pertanian yang dimaksud dalam konsep pendapatan nasional menurut lapangan usaha atau sektor produksi ialah pertanian dalam arti luas. Di Indonesia, sektor pertanian dalam arti luas ini dipilah-pilah menjadi lima subsektor yaitu :
1.    Subsektor Tanaman Pangan
2.    Subsektor Perkebunan
3.    Subsektor Kehutanan
4.    Subsektor Perternakan ; dan
5.    Subsektor Perikanan
Masing-masing subsektor, dengan dasar klasifikasi tertentu, dirinci lebih lanjut menjadi subsektor yang lebih spesifik. Nilai tambah sektor pertanian dalam perhitungan PDB  tidak  lain merupakan hasil penjumlahan nilai tambah dari subsektor-subsektor ini.
Subsektor tanaman pangan sering juga disebut Subsektor pertanian rakyat. Disebut demikian Karena  tanaman pangan biasanya diusahakan oleh rakyat, maksudnya bukan oleh perusahaan atau pemerintah.
Subsektor perkebunan dibedakan atas perkebunan rakyat dan perkebunan besar. Perkebunan rakyat ialah perkebunan yang diusahakan sendiri oleh rakyat atau masyarakat. Perkebunan besar ialah semua kegiatan perkebunan yang dijalankan oleh perusahaan-perusahaan perkebunan berbadan hukum.
Subsektorkehutanan terdiri dari tiga macam kegiatan yaitu penebangan kayu; pengambilan hasil hutan lain;perburuan. Kegiatan penebangan kayu menghasikan kayu-kayu glondongan; kayu bakar; arang; dan bambu. Hasil hutan lainnya meliputi damar; rotan; getah kayu; serta berbagai macam akar-akaran dan umbi kayu.
Subsektor perternakan mencakup kegiatan berternak itu sendiri dan pengusahaan hasil-hasilnya. Subsektor ini meliputi produksi ternak-ternak besar dan kecil; telur; susu segar; dan pemotongan hewan.
Subsektor perikanan meliputi semua hasil kegiatan perikanan laut; perairan umum; kolat; tambak; sawah; dan keramba, serta pengolahan sederhana atau produk-produk perikanan (pengeringan dan pengasinan).
Sektor pertanian tidak terbatas hanya pada tanaman pangan atau pertanian rakyat, bukan semata-mata kegiatan prosuksi melalui bercocok tanam. Dalam aspek teknologi, pertanian tidak relevan untuk selalu diidentikan dengan keterbelakangan atau ketertinggalan, sebab teknologi disektor pertanian juga selalu berkembang.

Potensi bidang pertanian Indonesia             
Di sektor pertanian kita mengalami permasalahan dalam meningkatkan jumlah produksi pangan, terutama di wilayah tradisional pertanian di Jawa dan luar Jawa. Hal ini karena semakin terbatasnya lahan yang dapat dipakai untuk bertani. Perkembangan penduduk yang semakin besar membuat kebutuhan lahan untuk tempat tinggal dan berbagai sarana pendukung kehidupan masyarakat juga bertambah. Perkembangan industri juga membuat pertanian beririgasi teknis semakin berkurang. Selain berkurangya lahan beririgasi teknis, tingkat produktivitas pertanian per hektare juga relatif stagnan. Salah satu penyebab dari produktivitas ini adalah karena pasokan air yang mengairi lahan pertanian juga berkurang.
Sesuai dengan permasalahan aktual yang kita hadapi masa kini, kita akan mengalami kesulitan dalam memenuhi kebutuhan pangan di dalam negeri. Di kemudian hari kita mungkin saja akan semakin bergantung dengan impor pangan dari luar negeri. Impor memang dapat menjadi alternatif solusi untuk memenuhi kebutuhan pangan kita, terutama karena semakin murahnya produk pertanian, seperti beras yang diproduksi oleh Vietnam dan Thailand. Namun, kita juga perlu mencermati bagaimana arah ke depan struktur perekonomian Indonesia, dan bagaimana struktur tenaga kerja yang akan terbentuk berdasarkan arah masa depan struktur perekonomian Indonesia.

Perkembangan Sektor Pertanian
Sektor pertanian hingga saat ini masih menjadi sumber daya pencarian  utama sebagian besar penduduk. Program pembangunan sector pertanian meliputi program peningkatan produksi dikelima subsektornya,serta peningkatan pendapatan petani; pekebun; peternak; dan nelayan. Sampai tahun 1990 sektor pertanian masih merupakan penyumbang utama dalam membentuk produk domestrik bruto. Namun Perkembangan sektor pertanian di Indonesia untuk subsektor tanaman pangan puncaknya ditandai dengan keberhasilan mencapai sewasembada beras, ternyata tanpa didahului dengan reformasi agraris ataupun land reform. 
Produksi tanaman pangan dapat ditingkatkan  melalui perluasan areal( ekstensifikasi ) dan peningkatan produktifitas ( intensifikasi ). Tersedianya lahan yang luas dan teknologi produksi yang mampu menaikan produktivitas tidak dengan sendirinya akan mendorong petan dalam lebih proaktif berproduksi. Rangsangan yang dimaksud dapar berupa harga sarana produksi yang terjangkau; kemudahan untuk mendapatkan sarana produksi; harga jual; serta teknologi dan sarana penanganan pascapanen yang mampu menjaga keawetan produk. Tanpa kelengkapan ini, areal yang luas dan teknologi yang maju akan tetap mubazir. Petani tidak dapat dipaksa agar memacu produksi semata-mata untuk kepentingan kita, mereka juga mempunyai kepentingan sendiri.

Peranan Sektor Pertanian Terhadap Perekonomian Indonesia Di Masa DepanKontibusi terhadap kesempatan kerja
Kalau dilihat pola perubahan kesempatan kerja di pertanian dan industri manufaktur, pangsa kesempatan kerja dari sektor pertama menunjukkan suatu pertumbuhan tren yang menurun, sedangkan di sektor kedua meningkat. Perubahan struktur kesempatan kerja ini sesuai dengan yang di prediksi oleh teori mengenai perubahan struktur ekonomi yang terjadi dari suatu proses pembangunan ekonomi jangka panjang, yaitu bahwa semakin tinggi pendapatan per kapita, semakin kecil peran dari sektor primer, yakni pertambangan dan pertanian, dan semakin besar peran dari sektor sekunder, seperti manufaktur dan sektor-sektor tersier di bidang ekonomi. Namun semakin besar peran tidak langsung dari sektor pertanian, yakni sebagai pemasok bahan baku bagi sektor industri manufaktur dan sektor-sektor ekonomi lainnya.
Peran penting dari sektor pertanian sebagai sektor tempat mayoritas tenaga kerja Indonesia memperoleh penghasilan untuk hidup. Sesuai dengan permasalahan di sektor pertanian yang sudah disampaikan di atas, maka kita mempunyai dua strategi yang dapat dilaksanakan untuk pembukaan lapangan pekerjaan bagi masyarakat Indonesia di masa depan. 
1.      Strategi pertama adalah melakukan revitalisasi berbagai sarana pendukung sektor pertanian, dan pembukaan lahan baru sebagai tempat yang dapat membuka lapangan pekerjaan baru bagi masyarakat Indonesia. Keberpihakan bagi sektor pertanian, seperti ketersediaan pupuk dan sumber daya yang memberikan konsultasi bagi petani dalam meningkatkan produktivitasnya, perlu dioptimalkan kinerjanya
2.      Strategi kedua adalah dengan mempersiapkan sarana dan prasarana pendukung bagi sektor lain yang akan menyerap pertumbuhan tenaga kerja Indonesia. Sektor ini juga merupakan sektor yang jumlah tenaga kerjanya banyak, yaitu sektor perdagangan, hotel, dan restoran serta industri pengolahan. Sarana pendukung seperti jalan, pelabuhan, listrik adalah sarana utama yang dapat mengakselerasi pertumbuhan di sektor ini.

Kontribusi pertanian terhadap devisa
Pertanian juga mempunyai kontribusi yang besar terhadap peningkatan devisa, yaitu lewat peningkatan ekspor dan atau pengurangan tingkat ketergantungan Negara tersebut terhadap impor atas komoditi pertanian. Komoditas ekspor pertanian Indonesia cukup bervariasi mulai dari getah karet, kopi, udang, rempah-rempah, mutiara, hingga berbagai macam sayur dan buah. Peran pertanian dalam peningkatan devisa bisa kontradiksi dengan perannya dalam bentuk kontribusi produk. Kontribusi produk dari sector pertanian terhadap pasar dan industri domestic bisa tidak besar karena sebagian besar produk pertanian di ekspor atau sebagian besar kebutuhan pasar dan industri domestic disuplai oleh produk-produk impor. 

Kontribusi pertanian terhadap produktivitas
Kemampuan Indonesia meningkatkan produksi pertanian untuk swasembada dalam penyediaan pangan sangat ditentukan oleh banyak faktor eksternal maupun internal. Satu-satunya faktor eksternal yang tidak bisa dipengaruhi oleh manusia adalah iklim, walaupun dengan kemajuan teknologi saat ini pengaruh negatif dari cuaca buruk terhadap produksi pertanian bisa diminimalisir. Dalam penelitian empiris, factor iklim biasanya dilihat dalam bentuk banyaknya curah hujan (millimeter). Curah hujan mempengaruhi pola produksi, pola panen, dan proses pertumbuhan tanaman. Sedangkan factor-faktor internal, dalam arti bisa dipengaruhi oleh manusia, di antaranya yang penting adalah lusa lahan, bibit, berbagai macam pupuk (seperti urea, TSP, dan KCL), pestisida,
ketersediaan dan kualitas infrastruktur, termasuk irigasi, jumlah dan kualitas tenaga kerja (SDM), K, dan T. kombinasi dari faktor-faktor tersebut dalam tingkat keterkaitan yang optimal akan menentukan tingkat produktivitas lahan (jumlah produksi per hektar) maupun manusia (jumlah produk per L/petani). Saat ini Indonesia, terutama pada sektor pertanian (beras) belum mencukupi kebutuhan dalam negeri. Ini berarti Indonesia harus meningkatkan daya saing dan kapasitas produksi untuk menigkatkan produktivitas pertanian.

 
KESIMPULAN
Dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa dii Indonesia, industri digolong-golongkan antara lain berdasarkan kelompok komoditas, berdasarkan skala usaha, dan berdasarkan hubungan arus produknya.
Di Indonesia, industri yang banyak menyerap lapangan kerja yaitu 1/3 tenaga kerja terserap dalam industri makanan, minuman, dan tembakau, ¼ tenaga kerja terserap dalam industri kayu dan barang dari kayu dan 1/5 tenaga kerja terserap dlm industri tekstil & pakaian jadi. Sedangkan industri-industri yang berperan penting dalam pendapatan nsasional antara lain migas, nonmigas, tekstil, pakaian jadi, kulit, dan kimia.

0 komentar:

Post a Comment